Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk pertama kalinya kegiatan pameran kuliner Pasar Seni Payakumbuh (PSP) diselenggarakan selama tiga hari di Pelataran Ngalau Indah, Payakumbuh, Sumatera Barat, 13-15 Junin2022.
Kegiatan yang diselenggarakan UPTD Taman Budaya di bawah Dinas Kebudayaan Sumatera Barat dengan dukungan penuh DPRD Sumatera Barat ini menampilkan pameran kuliner dari seluruh kabupaten dan kota di Sumatra Barat dan menampilkan kekayaan kuliner Sumatera Barat yang melegenda.
Banyak di antaranya yang tidak mudah ditemukan lagi di pusat jajanan dan kuliner seperti pongek Limbonang, bungo durian, rubik, dan lain-lain.
Baca juga: Beef Culture Jadi Tren Gaya Hidup, Profesi Butcher Makin Dilirik di Industri Kuliner
Event ini juga menampilkan kuliner kreasi seperti randang jaguang Makranin, crispy rinuak, kopi Amai, dan sebagainya serta berbagai pertunjukan seni tradisional dan kontemporer yang terkait dengan budaya pangan di Minangkabau.
Salah satu konten acara yang sangat diminati pengunjung sembari menikmati ragam kuliner adalah duel puisi dari dua penyair maestro Indonesia Iyut Fitra dari Payakumbuh dan Irmansyah dari Kabupaten Agam.
Agenda ini dikuratori oleh S Metron Masdison yang dikenal sebagai penulis dan sutradara seni pertunjukan bersama Buya Zuhari Abdullah (penulis/pemuka agama/pakar silat Minangkabau), dan Heru Joni Putra (penulis dan peneliti budaya.
"Di penyelenggaraan kegiatan ini kita tidak fokus pada kuliner saja, melainkan budaya pangan (food culture). Bila bicara soal budaya pangan, maka kita mesti melihat kaitan erat antara kuliner, kearifan lokal, kesenian, dan keesaan Tuhan. Hubungan antar aspek ini harus selalu dijaga. Itulah makna dari kemandirian pangan yang kita representasikan dalam acara ini,” ujar Metron.
Buya Zuhari Abdullah menambahkan kegiatan ini tidak hanya ditujukan untuk publik Sumatra Barat dan Indonesia, melainkan juga dunia.
Baca juga: Fadli Zon: Kalau Ada Usaha Kuliner Nasi Padang Gunakan Daging Babi, Jelas Melukai Orang Minang
“Catatan penting dari agenda ini akan kita kirimkan ke agenda internasional G20 di Bali tahun ini. Kita ingin menunjukkan kontribusi dari budaya Minangkabau untuk menjawab persoalan pangan di masa depan. Yang jelas, di Minangkabau, kearifan lokal dalam hidup berkomunal menjadi kunci untuk ketahanan pangan. Mulai dari cara masyarakat memperlakukan bumi, mengolah sawah-ladang, hingga membagi hasil panen, mengandung sekumpulan kearifan yang mendorong terjadinya ketahanan pangan,” ujarnya.
Dimulai dengan FGD
Beberapa minggu sebelumnya, acara Pasar Seni Payakumbuh (PSP) dimulai dengan penyelenggaraan diskusi terpumpun atau Focused Group Discussion (FGD), 21 Juni 2022, di Hotel Grand Malindo, Bukittinggi, Sumatra Barat. Pesertanya berasal dari kalangan pemerintah, seniman, budayawan, akademisi, dan perwakilan masyarakat.
Diskusi ini membahas persoalan terkait pangan, iklim, dan budaya di Sumatra Barat selama ini. Peningkatan suhu udara, apalagi dalam satu dekade terakhir, menjadi salah satu isu penting.
Dari isu suhu udara ini para peserta diskusi terus menggalinya sebab-sebabnya, di antaranya hingga ke persoalan alih-fungsi lahan pertanian secara besar-besaran, jumlah kendaraan yang meningkat pesat dan penghijauan ruang kota yang tidak serius, tata kota yang tidak mempertimbangkan kondisi tanah, dan lain sebagainya.
Selama ini isu iklim dianggap tidak menjadi bagian dari isu masyarakat di Sumatra Barat. Heru Joni Putra yang bertindak sebagai fasilitator diskusi mengatakan di agenda diskusi ini pihaknya mengumpulkan pengalaman serta pandangan tentang persoalan-persoalan nyata perihal iklim dan pangan hari ini di Sumatra Barat.
Baca juga: Gandeng Sejumlah Pemda, ESB Ajak UMKM Kuliner Genjot Omset Lewat Ekosistem Digital
Perlu Kerjasama
Tokoh Payakumbuh sekaligus Ketua DPRD Sumatra Barat, Supardi, dalam penutupan acara ini mengatakan persoalan ketahanan pangan ini mesti ditindaklanjuti secara konsisten dan berkelanjutan. Dari segi penguatan ekonomi-budaya, ia mengatakan bahwa produk budaya pangan kita, seperti kuliner, tidak hanya bisa dinikmati oleh masyarakat Sumatra Barat saja tetapi juga publik internasional.
“Kerjasama antar berbagai institusi pemerintah mesti dilakukan, seperti antara Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, dan Dinas Perdagangan," ujarnya memberikan gambaran.
Supardi juga menyampaikan beragam kuliner yang ditampilkan di Pasar Seni Payakumbuh baru sebagian kecil dari kekayaan kuliner tradisional yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan menjadi sumber ekonomi.
“Ini bagian terkecil saja. Masih banyak kuliner kita yang masih tersimpan di wilayah-wilayah. Bentuk dan cita rasanya tidak kalah dengan masakan hari ini. Sekarang tinggal soal kemasan, manajemennya," ujarnya.
Karena itu ia mendukung terlaksananya kegiatan-kegiatan seperti Pasar Seni Payakumbuh dalam skala yang lebih besar. “Mimpi kita adalah membuat kegiatan seperti ini 2 kali lipat lebih besar,” ujarnya.