News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembelian Pertalite

Besok MyPertamina Berlaku di 11 Daerah, 'Orang Kaya Masih Mendominasi Pemakaian Pertalite'

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas mengisi BBM non subsidi kepada pengendara di SPBU coco Putri Hijau, Medan, Sumatera Utara. Saat ini masih banyak kalangan orang kaya yang menggunakan BBM bersubsidi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Besok, hari Jumat 1 Juli 2022, PT Pertamina (Persero) akan mulai melakukan uji coba peraturan baru pembelian Pertalite dan Solar atau BBM bersubsidi melalui akun MyPertamina pada 1 Juli 2022.

Aturan tersebut sempat mengejutkan beberapa pihak karena pelanggan harus mendaftar terlebih dulu melalui website atau aplikasi MyPertamina yang belum begitu dikenal sebelumnya.

Uji coba pembelian BBM bersubsidi dengan MyPertamina akan dilakukan di 11 daerah di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sebelum diterapkan di seluruh Indonesia.

Baca juga: Pengamat: Kendaraan Baru Harus Dilarang Beli Pertalite

Penggunaan aplikasi MyPertamina diberlakukan agar dapat meningkatkan pengawasan, serta tidak terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran konsumsi BBM khususnya Pertalite dan Solar.

Seperti diketahui, anggaran subsidi untuk BBM terus mengalami pembengkakan.

Tahun ini saja, pemerintah akan menggelontorkan lebih dari Rp500 triliun untuk subsidi BBM-LPG.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo membeberkan, berdasarkan data Susenas 2020, bahwa konsumsi Pertalite masih banyak dinikmati oleh masyarakat golongan atas/kelas mampu.

Menurutnya, sebanyak 40 persen kelas bawah menikmati 20,7 persen dari total konsumsi atau sekitar 17,1 liter per rumah tangga per bulan.

Sementara 60 persen kelas atas menikmati hampir 79 persen dari total konsumsi atau 33,3 liter per rumah tangga per bulan.

Baca juga: Beli Pertalite Pakai QR Code MyPertamina, Anggota Komisi VI: Tidak Semua Masyarakat Punya Smartphone

“Kita tau yang memanfaatkan pertalite itu masih didominasi oleh kelompok yang kaya. Ini menjadi ironis, karena salah sasaran,” ucap Yustinus dalam sebuah Webinar, Rabu (29/6/2022).

“Kendaraan-kendaraan mewah masih mengkonsumsi pertalite, maka ini coba dikendalikan agar orang-orang yang mampu malu. Karena mengambil jatah kelas menengah bawah yang seharusnya dibantu,” sambungnya.

Yustinus kembali melanjutkan, hal ini menjadi fenomena yang memprihatinkan, disaat Pemerintah sedang berupaya menolong warga masyarakat kelas bawah.

Dirinya pun mewakili Kementerian Keuangan akan terus mendorong pemulihan ekonomi, dengan mempercepat implementasi subsidi yang mengarah pada orang, bukan pada barang.

“Kita juga berharap mengharapkan dengan ada implementasi MyPertamina, menjadi cara untuk memastikan yang berhak menggunakan BBM bersubsidi adalah yang perlu mendapatkan dukungan,” pungkasnya.


Keadilan Distributif

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus menilai, ada unsur keadilan distributif dalam program pembeli solar dan pertalite menggunakan aplikasi MyPertamina.

“Menurut saya kerangka berpikirnya adalah keadilan distributif dalam penyaluran subsidi. Mekanisme yang ada saat ini tidak adil karena subsidi lebih banyak yang dinikmati oleh masyarakat mampu dari pada masyarakat yang berkekurangan,” kata Deddy Yevri, Rabu (29/6).

Baca juga: Penerapan Beli Pertalite Pakai MyPertamina Dinilai Sebagai Bentuk Kontrol BBM Bersubsidi

Misalnya, masyarakat mampu yang memiliki mobil, bahkan lebih dari satu dan juga mungkin motor, tentu menyerap subsidi lebih banyak dari pada mereka yang hanya punya satu atau dua motor dalam satu keluarga.

Bahkan rakyat miskin yang tidak memiliki kendaraan, tidak mendapat manfaat apapun dari subsidi terhadap BBM.

Padahal subsidi yang semakin besar dan membebani anggaran negara dan Pertamina itu, mengurangi kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan dana subsidi yang lebih dibutuhkan oleh rakyat miskin, petani, nelayan, lansia, difabel dan UMKM.

“Jadi landasan berpikirnya adalah keadilan distributif dalam bentuk pengetatan penerima subsidi melalui sistem yang terpantau secara holistik dan real time,” ujar Deddy.

Selain keadilan distributif, pemberlakuan sistem ini juga akan mampu menekan penyimpangan BBM subsidi di lapangan. Sehingga dapat ditekan merembesnya BBM bersubsidi ke sektor industri, pertambangan, perkebunan dan penyeludupan.

“Hal mana banyak terjadi di seluruh Indonesia dan terutama di daerah pedalaman, perbatasan, daerah pertambangan dan perkebunan serta daerah industrial,” imbuhnya.

Baca juga: Beli Pertalite Wajib Pakai MyPertamina, Ini Kriteria Kendaraan yang Dibolehkan

Masalahnya, lanjut Deddy, memang ada masyarakat yang tidak memiliki akses pada sistem tersebut, seperti masyarakat miskin yang tak punya smartphone dan di daerah pedalaman. Menurut saya hal ini bisa dipecahkan dengan Pertamina membuat kartu semacam e-toll atau e-money.

Kartu ini bisa digunakan di SPBU atau penyalur BBM untuk membeli BBM bersubsidi dengan quota yang telah ditentukan.

“Datanya bisa diambil dari Kemensos atau Pemerintah Daerah dan melalui proses penyaringan dan verifikasi oleh Kementerian ESDM,” imbuhnya.

Agar proses ini dapat berjalan dengan baik, maka fundamentalnya adalah sumber data yang valid dan terverifikasi. Lalu penetapan penerima BBM bersubsidi yang realistis dan memperhatikan karakteristik masing-masing daerah.

Hal lain yang sangat menentukan adalah sosialisasi dan edukasi secara massif sebelum program ini dijalankan. Juga perlu ada masa uji coba dan pelaksanaan bertahap agar masyarakat bisa 'memproses' perubahan kebijakan BBM bersubsidi ini.

Kata Deddy, pihaknya sangat mendukung program ini agar tekanan terhadap keuangan negara berkurang dan pemerintah memiliki keleluasaan.

“Khususnya di ruang fiskal yang lebih lebar, untuk melakukan program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat berpenghasikan kecil, yang memiliki kebutuhan spesifik, baik untuk dapat hidup layak maupun untuk usaha atau kegiatan bersifat produktif,” pungkas Deddy.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengingatkan agar peraturan baru itu harus disosialisasikan secara masif.

"Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih luas dan mendalam terutama juga harus dipikirkan bagi masyarakat yang belum mempunyai HP, atau HP-nya yang belum bisa seperti android yang bisa mengunduh aplikasi," kata Dasco.

"Sehingga seiring berjalannya kebijakan ada juga perlakukan yang berbeda terhadap yang belum mempunyai HP yang bisa mengunduh aplikasi," imbuhnya.

Selain itu, Dasco meminta Komisi VI DPR untuk berkoordinasi dengan Pertamina terkait rencana pembelian Pertalite dan Solar menggunakan akun MyPertamina.

Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu mengingatkan kebijakan itu harus bisa menyentuh rakyat kecil.

"Kita akan minta ke komisi teknis terkait, tentunya melakukan koordinasi dengan mitra pemerintah, yaitu Pertamina agar kebijakan ini bisa lebih menyentuh kepada rakyat kecil," tandasnya.

Demi Ketahanan Energi Nasional

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Hageng Nugroho menegaskan, pengaturan pembelian jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) seperti pertalite dan solar subsidi, merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga ketersediaan suplai dan mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membeli.

Menurutnya, selama ini pemerintah telah memberikan subsidi untuk menahan kenaikan harga BBM akibat melonjaknya harga minyak dunia yang mencapai USD 120 dolar per barel.

Namun karena terjadi selisih harga yang cukup lebar antara BBM subsidi dan non subsidi, membuat realisasi konsumsi BBM bersubsidi melebihi kuota yang ditetapkan.

“Pengaturan tersebut untuk memastikan mekanisme penyaluran BBM subsidi seperti pertalite dan solar tepat sasaran. Jika tidak diatur, besar potensinya kuota yang telah ditetapkan selama satu tahun tidak akan cukup. Ini demi menjaga ketahanan energi kita,” tegas Hageng.

Sebagai informasi, PT Pertamina (Persero) mencatat, dari kuota yang diberikan sebesar 23,05 juta kiloliter, konsumsi pertalite sudah mencapai 80 persen pada Mei 2022.

Sementara konsumsi solar subsidi mencapai 93 persen dari total kuota awal tahun sebesar 15,10 juta kiloliter.

Hageng mengatakan, penyaluran BBM subsidi harus sesuai dengan peraturan, baik dari sisi kuota maupun segmentasi penggunanya.

Saat ini, lanjut dia, segmen pengguna solar subsidi sudah diatur sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran. Sedangkan Pertalite segmentasi penggunanya masih terlalu luas.

“Oleh sebab itu perlu diatur yang bisa mengonsumsi pertalite. Misalnya apakah mobil mewah masih boleh? Padahal mereka mampu beli yang non subsidi,” jelasnya.

Pada kesempatan itu, Hageng menyampaikan apresiasi atas inisiatif dan inovasi Pertamina Patra Niaga yang akan melakukan uji coba penyaluran pertalite dan solar subsidi melalui sistem MyPertamina.

Ia juga mengajak seluruh pihak untuk mengawal dan mengontrol implementasi program tersebut, agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

Seperti diketahui, penyaluran BBM Subsidi jenis pertalite melalui sistem MyPertamina akan mulai diberlakukan pada 1 Juli 2022.

Direncanakan, uji coba awal akan dilakukan di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di 5 Propinsi. Yakni, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.

Penyaluran BBM subsidi merupakan amanah Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, dan SK BPH Migas No 4/2020 tentang penugasan pertalite dan solar. (tribun network/yuda).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini