Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan, pasar obligasi Indonesia juga mengalami kenaikan yield akibat aliran modal asing keluar atau foreign fund outflow.
Namun, dukungan investor domestik untuk obligasi pemerintah yang tinggi membuat pasar obligasi Indonesia cukup berdaya tahan.
Namun kenaikan yield obligasi pemerintah Indonesia relatif lebih kecil dibanding negara berkembang lainnya.
"Dukungan investor domestik kepada obligasi pemerintah akan terus solid karena faktor likuiditas rupiah yang masih melimpah," ujar Handy mengutip keterangan tertulisnya, Kamis (30/6/2022).
Dia menambahkan, secara umum terjadi pertumbuhan pada kredit perbankan sebesar 9 persen, tapi dana pihak ketiga (DPK) berupa tabungan, giro, dan deposito mengalami kenaikan lebih tinggi yakni 10 persen.
Hal ini menyebabkan tren loan-to-deposit ratio perbankan terus menurun, yang berarti sistem perbankan Indonesia memiliki likuiditas memadai.
Baca juga: Opini WTP dari BPK Diyakini Tingkatkan Kepercayaan Investor Pembeli Obligasi Pemerintah
Dampaknya suku bunga deposito terus mengalami penurunan, sehingga selisih antara bunga deposito dan yield surat utang negara (SUN) semakin melebar.
"Kondisi ini membuat dukungan investor domestik terhadap obligasi pemerintah Indonesia akan terus berlanjut," kata Handy.
Baca juga: Pemerintah Segera Sebar Surat Utang Negara Rp 973,6 Triliun Pada 2022 Untuk Biayai Defisit Fiskal
Ke depannya, dia memperkirakan likuiditas pada perbankan akan terus memadai, mengingat Bank Indonesia masih akan melakukan burden sharing SKB3, dengan memberikan membeli obligasi pemerintah di pasar perdana sejumlah Rp 220 triliun.
"Selain itu, pemerintah masih menjalankan ekspansi fiskal, di mana defisit APBD masih di atas 4 persen dari PDB. Kemudian, surplus pada neraca perdagangan Indonesia akan turut menjaga likuiditas ke depannya," pungkasnya.