Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Presiden Rusia Vladimir Putin resmi mengambil alih proyek gas alam Sakhalin-2, melalui penandatanganan dekrit yang dilakukan pada Kamis (30/6/2022).
Proyek minyak dan gas alam Sakhalin-2 awalnya merupakan anak perusahaan milik perusahaan energi asal Belanda, Shell.
Proyek gas alam Sakhalin-2 dibangun Shell di kawasan Rusia, tepatnya di utara Samudra Pasifik dengan menggandeng raksasa gas Moscow Gazprom sebagai mitra utamanya.
Namun setelah Putin melakukan invasi pada Ukraina, Shell memutuskan untuk angkat kaki dan menjual semua sahamnya yang ada di dalam proyek gas alam Sakhalin-2, yaitu sebesar 27,5 persen. Kesempatan ini lantas dimanfaatkan Putin dengan membeli semua saham Sakhalin-2 yang kemudian dialihkan ke perusahaan baru Rusia.
Cara ini dilakukan Putin untuk menghukum negara Barat salah satunya Jepang yang telah menjatuhkan sejumlah sanksi ke Moscow.
Dengan penandatanganan dekrit tersebut, kini sejumlah perusahaan besar asal Jepang yang terlibat dalam proyek migas Sakhalin-2 seperti Mitsui dan Mitsubishi terancam harus meninggalkan investasi mereka dari proyek Sakhalin-2, mengingat kedua perusahaan ini hanya memiliki seperempat saham Sakhalin-2.
Baca juga: Gantikan Gas Rusia, Trinidad Percepat Produksi dan Tingkatkan Ekspor LNG ke Eropa
Dimana Mitsui memegang saham sebesar 12,5 persen sementara Mitsubishi sebanyak 10 persen. Jumlah ini kalah banyak apabila dibandingkan dengan kepemilikan saham dari raksasa gas Rusia Gazprom, yang diketahui telah menanamkan saham sekitar 50 persen.
Sebelum Shell keluar dari proyek Sakhalin-2, kedua perusahaan Jepang tersebut menegaskan tidak akan melepaskan kepentingannya dalam Sakhalin Energy Investment Co, lantaran proyek ini menyumbang 9 persen impor LNG Jepang.
Baca juga: Rusia Kurangi Pasokan, Harga Gas di Jerman Bisa Naik hingga 3 Kali Lipat
Tanpa Sakhalin-2, Jepang diprediksi akan menghadapi lonjakan biaya energi hingga triliunan yen per tahunnya. Hal tersebut membuat keberadaan energi Jepang makin terancam.
Seperti Jera Co, perusahaan patungan antara Tokyo Electric Power Co. Holdings Inc. dan Chubu Electric Power Co, terancam merugi dan tak dapat lagi memenuhi kebutuhan konsumennya mengingat dalam setahun perusahaan ini biasa memasok 2 juta ton LNG, dibawah kontrak 20 tahun.
Baca juga: Warga Uni Eropa Bersiap Hidup Tanpa Pasokan Gas Rusia dan Lonjakan Inflasi
"Kami pikir ini bisa memiliki konsekuensi besar bagi pembeli gas dan listrik di Jepang. Terlebih Jepang sendiri sangat bergantung pada Rusia, dimana sekitar 9 persen LNG-nya dan hampir semua impor dari negara tersebut adalah pasokan Sakhalin-2.” kata analis dari perusahaan Jefferies Japan Ltd, Thanh Ha Pham.
Belum diketahui apakah kedepannya Mitsui dan Mitsubishi akan tetap bergantung pada proyek dari Sakhalin-2 atau beralih mencari eksportir migas lainnya.
Namun melansir dari Bloomberg, saat ini Mitsubishi sedang mendiskusikan masalah ini dengan mitra Sakhalin dan pemerintah Jepang.