News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sinyal Resesi AS, CELIOS Beri Lima Saran Kebijakan Ini Untuk RI

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Suasana gedung bertingkat perkantoran di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Sinyal ekonomi Amerika Serikat (AS) akan mengalami resesi menguat usai Federal Reserve AS menaikkan suku bunga 75 basis poin untuk menekan lonjakan inflasi.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sinyal ekonomi Amerika Serikat (AS) akan mengalami resesi menguat usai Federal Reserve AS menaikkan suku bunga 75 basis poin untuk menekan lonjakan inflasi.

Resesi di AS akan berdampak terhadap perekonomian Republik Indonesia (RI). Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memaparkan, sejumlah saran kebijakan yang perlu dilakukan.

Pertama, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) perlu melakukan beberapa hal dalam jangka pendek. Di antaranya, melakukan stress test terhadap perbankan, asuransi dan lembaga keuangan lain terutama berkaitan dengan dampak resesi di AS.

Baca juga: Analis: Suku Bunga The Fed dan Ancaman Resesi Biang Kerok Rupiah Jatuh Hampir Rp 15.000/USD

"Keluarnya modal asing, dan kenaikan suku bunga yang eksesif (Fed rate naik >4 kali setahun)," ujar Bhima dalam keterangannya, Selasa (5/7/2022).

Bhima menyarankan, agar segera menaikkan suku bunga 50 bps sebagai langkah pre-emptives hadapi tekanan inflasi di semester ke II 2022. Lalu, memperbaiki jaring pengaman sistem keuangan terutama skenario Bail in.

"Tambah negara mitra LCS (local currency settlement) dan beri insentif lebih besar bagi pelaku usaha ekspor agar menukar devisa dolar dengan rupiah. Tingkatkan serapan investor domestik dalam SBN (Surat Berharga Negara) untuk cegah volatilitas akibat keluarnya investor asing di pasar obligasi," tutur Bhima.

Kedua, ucap Bhima, ketiga pemain utama harus berada didepan yakni, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan. Sinergi antar ketiganya dinilai penting. Hubungan fiskal-moneter, lanjut Bhima, harus kompak.

"Jangan ada ego sektoral yang hambat harmonisasi kebijakan," ucap Bhima.

Ketiga, selain menaikkan suku bunga, dan penyesuaian Giro Wajib Minimum (GWM), BI bisa tingkatkan Loan to Value (LTV) khusus misalnya LTV hijau untuk dorong permintaan properti yang berkelanjutan.

"Jadi ada program-program kreatif untuk dorong sisi permintaan dalam negeri. BI-OJK juga harus koordinasi agar bank cepat lakukan transmisi penurunan suku bunga kredit sebelum era suku bunga rendah berakhir," kata Bhima.

Baca juga: AS Terancam Resesi, Ini Jurus Menkeu Sri Mulyani Amankan Keuangan RI

Bunga yang masih rendah harus dimanfaatkan untuk pacu penyaluran kredit khususnya ke sektor produktif, seperti pertanian, industri manufaktur, dan konstruksi.

Keempat, ucap Bhima, pemerintah harus mempertebal alokasi subsidi energi dan pangan termasuk pupuk subsidi. Jaring pengaman sosial saat pandemi (PEN) jangan terlalu cepat dipangkas atau distop.

Bhima menambahkan, penerima PKH harus ditambah dari 10 juta jadi 15 juta keluarga penerima untuk lindungi 40 persen pengeluaran terbawah dari gejolak kenaikan harga pangan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini