Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Direktur Center of Economic and Law Studie (CELIOS) Bhima Yudhistira memaparkan dampak inflasi Amerika Serikat (AS) per Juni 2022 yang melonjak menjad 9,1 persen terhadap perekonomian Indonesia.
Bhima mengatakan, inflasi AS perlu diwaspadai lantaran ada dua jalur transmisi. Yang pertama adalah jalur moneter. Sebab, inflasi yang tinggi akan menciptakan tingkat suku bunga, yang semakin meningkat atau lebih agresif dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed).
"Ini akan membuat dolar AS semakin perkasa bahkan terhadap Euro, terhadap mata uang dominan lainnya, apalagi terhadap nilai tukar rupiah. Jadi dalam beberapa pekan ke depan rupiah diperkirakan akan bergejolak," ujar Bhima saat dihubungi, Kamis (14/7/2022).
Baca juga: Inflasi AS Melenjit, Perusahaan Pakaian Tawarkan Diskon untuk Kurangi Stok yang Menumpuk
Rupiah diprediksi Bhima akan melemah. Arus modal asing akan semakin deras keluar. Hal tersebut, juga akan bergantung pada respon Bank Indonesia (BI). Misal, apakah BI akan melakukan langkah dengan menaikan suku bunga.
"Berapa basis poin? Nah itu yang akan jadi pertanyaan besar," ucap Bhima.
Yang kedua, akan berdampak pada jalur perdagangan. Jika inflasi AS naik berarti kinerja ekspor untuk tujuan AS bisa terganggu, konsumsi rumah tangga di AS daya belinya turun, sehingga mempengaruhi permintaan barang-barang yang ada di Indonesia.
"Jadi kalau kita lihat AS sebagai mitra dagang yang utama, maka ini akan bisa mempengaruhi neraca perdagangan dalam semester ke-II/2022," ucap Bhima.
Secara total neraca perdagangan mungkin bisa makin menurun. Kemudian, efek lainnya biaya bahan baku yang diambil dari AS atau dikirim dari AS akan mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga ini nanti akan diteruskan kepada konsumen sehingga ada transmisi inflasi yang tinggi di AS terhadap harga-harga kebutuhan pokok yang ada di Indonesia.
"Ini yang mesti diwaspadai. Kalau inflasi terlalu tinggi tentu efeknya nanti kepada pemulihan ekonomi Indonesia jadi terhambat," imbuh Bhima.
Baca juga: Inflasi AS Tembus 9,1 Persen, Analis: Bisa Menekan Rupiah
Bhima menyarankan, yang perlu dilakukan pemerintah, yakni pertama BI harus menaikan suku bunga.
"Sarannya sih naik sampai 50 basis poin, untuk RDG (Rapat Dewan Gubernur) bulan Juli ini," terangnya.
Kedua, yang perlu dilakukan pemerintah adalah menjaga inflasi energi. Sebab, kontributor terbesar inflasi di AS masih berasal dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Jadi kita harus bisa menjaga dengan menambah alokasi subsidi dana kompensasi BBM," tutur Bhima.