Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah lebih adil dan objektif soal kebijakan maupun aturan untuk industri hasil tembakau (IHT).
Ia mewanti-wanti pemerintah sebelum mengeluarkan regulasi tentang IHT harus melihat terlebih dahulu manfaat dan dampak terhadap sektor yang menjadi penyangga hidup banyak orang tersebut.
"Tidak semua aturan itu kemudian memberikan keuntungan bagi industrinya," katanya dalam seminar dikutip, Sabtu (16/7/2022).
Baca juga: Asosiasi Tolak Rencana Simplifikasi Cukai, Pemerintah Diminta Bersimpati terhadap Kondisi IHT
Hal yang menjadi kekhawatiran dan perhatian pelaku usaha IHT ialah soal simplifikasi tarif cukai.
Sebab, simplifikasi itu dibarengi kenaikan tarif cukai untuk IHT.
Menurut Misbakhun, IHT memiliki peran penting terhadap perekonomian Indonesia. "Industri ini memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga kerja yang besar, mulai dari sektor hulu hingga hilir, dan berkontribusi besar dalam menggerakan perekonomian nasional dan daerah," ujarnya.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu pun menyodorkan angka untuk menguatkan argumennya. Misbakhun mengatakan kontribusi IHT terhadap Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai 95 persen.
"Besarnya potensi kontribusi CHT menyebabkan kebijakan cukai makin eksesif. CHT terlihat justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok," paparnya.
Baca juga: INDEF: Dibutuhkan Kebijakan Baru untuk Dorong Produk IHT Rendah Nikotin
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar meminta pelaku usaha IHT agar merisaukan wacana simplifikasi tarif cukai.
Sulami menjelaskan pada 2012 terdapat 15 lapis (layer) tarif cukai. Namun, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010/2021 memangkas lapis tarif cukai itu menjadi 8.
Menurut Sulami, efek simplifikasi tarif cukai itu ialah penurunan volume produksi rokok legal atau yang berpita cukai.
Sebaliknya, simplifikasi dan kenaikan tarif cukai berbanding lurus dengan peningkatan peredaran rokok ilegal.
"Pada 2019 ketika tidak ada kenaikan tarif cukai, tidak ada simplifikasi, peredaran rokok ilegal mengalami penurunan signifikan," ujarnya.