Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Standard Chartered, satu di antara bank terbesar di Inggris menghentikan dukungan pendanaan ke perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).
Standard Chartered mengonfirmasi hal tersebut melalui surat elektronik kepada Market Forces, di mana kebijakan ini keluar setelah meningkatnya tekanan publik dan para aktivis lingkungan.
“Seharusnya Standard Chartered memutuskan kebijakan penghentian pendanaan itu sejak dulu," ujar Juru Kampanye Market Forces Nabilla Gunawan dalam acara temu virtual media, ditulis Jumat (14/7/2022).
Sejak 2006, Standard Chartered telah menyediakan dana sebesar 434 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk grup Adaro.
"Kemudian pada April 2021, Standard Chartered mengambil bagian dalam sindikasi pinjaman 400 juta dolar AS. Padahal, model Standard Chartered untuk menilai risiko transisi iklim menyebutkan, bahwa semua komponen batu bara dinilai selaras dengan risiko 6 derajat pemanasan global," katanya.
Baca juga: Eropa pun Berburu Batu Bara, Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?
Kebijakan Standard Chartered juga menyatakan, di 2024 nanti mereka hanya akan memberikan pinjaman kepada perusahaan yang memperoleh kurang dari 80 persen pendapatan dari batu bara.
Nabilla menyarankan agar pemerintah evaluasi total perpanjangan perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batubara (PKP2B).
"Di tengah tren global dalam penghentian pendanaan batu bara, pemerintah Indonesia harus segera mengevaluasi total perpanjangan kontrak perusahaan PKP2B," tutur dia.
Baca juga: Pasokan Gas dari Rusia Berkurang, Jerman Beralih ke Batu Bara
Sementara itu, Peneliti dan Manajer Program Trend Asia Andri Prasetiyo mengungkapkan, penguatan komitmen iklim dan percepatan transisi energi di banyak negara, membawa konsekuensi banyak bank terus mengurangi atau menarik diri dari pendanaan batu bara.
Hingga saat ini, perusahaan pemegang PKP2B yang sedang dalam proses memperpanjang izin operasi mengalami banyak hambatan.
Dia menambahkan, prosesnya juga tidak akan berjalan dengan mulus terutama akibat tekanan dari sisi pasar dan masyarakat.
Baca juga: Joe Biden Umumkan Hentikan Impor Minyak hingga Batu Bara dari Rusia
“Kondisi ini akan semakin sulit karena ke depan akan ada relasi yang timpang. Industri batu bara butuh dukungan lembaga finansial, tapi lembaga finansial tidak lagi membutuhkan sektor ini karena pertimbangan resiko bisnis dan reputasi jika tetap mendanai," pungkas Andri.
Presiden Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk Garibaldi Thohir belum memberikan respons terkait langkah kebijakan Bank Standard Chartered tersebut.