News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Minyak Mentah Di Perdagangan Asia Ambles Tertekan Pengetatan Bank Sentral Dalam Melawan Inflasi

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi anjungan pengeboran minyak West Madura Offshore (WMO) milik Pertamina Hulu. Harga minyak mentah Brent untuk penjualan di bulan September turun 37 sen atau 0,3 persen.

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Kebijakan bank sentral global yang memperketat aturan moneternya dengan mengerek naik suku bunga acuan untuk menjinakan pergerakan inflasi, telah memicu amblesnya harga minyak mentah yang diperdagangkan di pasar Asia pada Rabu (20/7/2022).

Anjloknya harga minyak mentah mulai terjadi pada pembukaan pasar Rabu pagi tadi, dimana harga minyak mentah Brent untuk penjualan di bulan September turun 37 sen atau 0,3 persen, amblesnya pergerakan ini membuat minyak Brent di patok turun menjadi 106,98 dolar AS per barel pada 0340 GMT.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Naik 1 Persen di Tengah Kekhawatiran Pasokan dan Pelemahan Dolar

Penyusutan harga juga terlihat pada penjualan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk Agustus yang terpantau turun sebanyak 69 sen atau 0,7 persen, menjadi 103,53 dolar AS per barel.

Sementara kontrak untuk bulan September saat ini jatuh 50 sen menuju ke level 100,24 dolar AS per barel.

Melansir dari Reuters, penurunan tersebut merupakan lanjutan dari amblesnya harga minyak di sesi sebelumnya.

Dimana pada Jumat (15/7/2022) lalu, open interest di bursa berjangka New York Mercantile Exchange turun ke level terendah sejak September 2015.

Karena investor mengurangi kepemilikannya pada aset-aset berisiko seperti komoditas.

Selain itu jatuhnya harga minyak di pasar Asia terjadi imbas dari pengetatan ekspor yang dilakukan Rusia.

Baca juga: Rusia Pangkas Diskon, Harga Minyak Mentah Dipatok Naik ke 60 Dolar AS Per Barel

Hal inilah yang membuat para investor khawatir apabila pasokan minyak dunia mengalami penyusutan.

"Orang-orang telah beralih dari produk Delta 1 - hanya menjadi long futures atau long melalui indeks - menjadi opsi karena kemunduran yang tajam," ujar Stephen Innes, Managing Partner di perusahaan pengelolaan aset SPI Asset Management.

Berbeda dari Asia, penjualan di pasar Amerika Serikat justru tengah mengalami kenaikan sekitar 1,9 juta barel terhitung sejak 15 Juli lalu, angka ini melompat lebih tinggi dari perkiraan awal dimana saat itu stok pasar AS hanya dipatok 1,4 juta barel.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini