Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat penyaluran pinjaman ke entitas maupun individu sejak 2017 hingga Mei 2022 sebesar Rp 380,18 triliun.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, jumlah pinjaman tersebut disalurkan kepada 83,15 juta peminjam, baik itu entitas maupun individu.
"Secara year to date, pinjaman sejak Januari -Mei 2022 sudah Rp 125 triliun atau tumbuh 50 persen dibanding tahun lalu," ucap Sunu secara virtual, Jumat (22/7/2022).
Baca juga: P2P dan Pakai Fintech di Luar Negeri Jadi Modus Baru Pencucian Uang
Ia menyebut, sepanjang tahun lalu total pinjaman yang telah tersalurkan fintech lending kepada masyarakat sebanyak Rp 82 triliun.
"Dengan adanya Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2022, maka ini menambah legitimasi fintech lending. Sehingga akhir tahun bisa tembus doble digit pertumbuhannya," paparnya.
Selain itu, Sunu juga menyebut Peraturan OJK 12/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, akan menguatkan fintech lending karena mendukung adanya kerjasama dengan lembaga jasa keuangan di bawah OJK seperti perbankan.
"Ini dapat menjawab kredit gap sebesar Rp 1.600 triliun dan bisa dipenuhi dengan cepat meski tidak dalam waktu dekat," ucapnya.
Baca juga: Ribuan Kantor Cabang Bank Tutup, Eks Karyawan Bisa Pindah Kerja ke Fintech
Tercatat, total kebutuhan pembiayaan UMKM nasional sebesar Rp 2.650 triliun dan industri jasa keuangan tradisional hanya bisa menopang Rp 1.000 triliun per tahun, sehingga terdapat kekurangan Rp 1.650 triliun.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo menjelaskan aturan baru OJK itu dikeluarkan untuk mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan.
Selain itu, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi.
POJK ini juga merupakan penyempurnaan dari POJK sebelumnya Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
"POJK ini berlaku sejak diundangkan pada 4 Juli dan sekaligus mencabut POJK 77/2016," kata Anto.
Terdapat sejumlah ketentuan yang berlaku dalam POJK baru itu. Misalnya, penyelenggara fintech lending harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp 25 miliar.
Kemudian, penyelenggara wajib memiliki paling sedikit satu pemegang saham pengendali (PSP). Lalu, penyelenggara harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari OJK.
POJK itu juga diatur mengenai pembatasan penyaluran kredit oleh lender institusi, termasuk bank. Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25 persen dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan.