News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bertemu Jokowi di Istana, Drajad Wibowo dan Sejumlah Ekonom Soroti Hilirisasi di Sektor Tambang

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Drajad Wibowo bersama sejumlah ekonom bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (3/8/2022). Salah satu yang dibahas adalah program hilirasi di sektor tambang.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Indef Dradjad Wibowo menceritakan pertemuan antara sejumlah ekonom dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2022).

Dradjad menerangkan, acara dimulai makan siang dan diskusi mengenai persoalan ekonomi dalam negeri. Sejumlah kebijakan ekonomi disampaikan Presiden kepada para ekonom.

"Kali ini saya akan menyoroti hilirisasi tambang mineral. Secara obyektif saya harus mengapresiasi apa yang sudah dicapai oleh Presiden Jokowi dan jajarannya," ujar Dradjad saat dihubungi Tribunnews, Kamis (4/8/2022).

Dradjad menyatakan, sejak 2000 dirinya sudah menyoroti soal industri hilir. Saat duduk di kursi DPR 2004-2009, Dradjad ikut mendorong hilirisasi dalam Rancangan Undang-Undang Minerba. 

"Yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah mewujudkannya. Beliau berhadapan langsung dengan negara besar dan pemain tambang global yang dirugikan. Jelas tekanannya jauh lebih besar," imbuh Dradjad.

Baca juga: Gandeng Perusahaan Jerman, Menperin Buka Peluang Hilirisasi Industri dan Energi Baru Terbarukan

Contoh konkret, kata Dradjad, adalah hilirisasi nikel dan kaitannya dengan ekspor besi atau baja. Pada tahun 2012-2014 ekspor besi atau baja Indonesia hanya berkisar 1.6-2.1 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

"Tahun 2019 ekspornya 7.9 miliar dolar AS. Setelah hilirisasi tahun 2020, ekspor besi atau baja naik menjadi 11.3 miliar dolar AS (2020), bahkan melonjak hampir 2 kali lipat menjadi 21.4 miliar dolar AS pada 2021," ucap Dradjad.

Baca juga: Lanjutkan Hilirisasi, Menperin: Kapasitas Produksi Pabrik Smelter di Gresik Naik 30 Persen

Dradjad berujar, lompatan tersebut tidak akan tercapai jika hilirisasi nikel tidak dilakukan. Hal tersebutlah, menurutnya yang membuat Uni Eropa berang karena Indonesia melarang atau membatasi ekspor bijih nikel pada 2020. 

"Penyebabnya, industri baja di sana terancam kekurangan nikel, sementara Indonesia adalah eksportir nikel kedua terbesar ke Uni Eropa," kata Dradjad.

Dia menilai, dalam pertemuan kemarin Presiden dinilai memiliki political will yang kuat untuk hilirisasi. Tanpa itu, belum tentu Indonesia berhasil menghadapi tekanan Uni Eropa. 

"Apalagi, Presiden tidak berhenti di nikel. Bauksit, tembaga dan mineral lain juga diharuskan ber-hilirisasi," ucap Dradjad.

Baca juga: Setelah Nikel, Tahun Ini Pemerintah Bakal Larang Ekspor Bauksit dan Timah

Ia menerangkan, manfaat hilarisasi di antaranya nilah tambah naik signifikan, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Kemudian, neraca perdagangan dan pembayaran diuntungkan, ini memperkuat stabilitas makro termasuk nilai tukar Rupiah. 

Namun, ucap Dradjad, dirinya juga memberikan catatan agar perekonomian Indonesia terus tumbuh. Di antaranya, perlu memperbaiki ekosistem bisnis, agar sisi pemerataan dari hilirisasi bisa maksimal.

Pelaku usaha menengah dan kecil yang mendapat nilai tambah dari hilirisasi perlu diperbanyak.

"Kedua, hilirisasi agroindustri juga perlu digenjot seperti di tambang. Sawit contohnya, banyak dikerjai di Amerika Utara dan Uni Eropa. Jadi harus hilirisasi," ujar Dradjad.

Yang terakhir, hilirisasi migas perlu mendapat perhatian lebih. Puluhan tahun Indonesia tergantung pada Singapura yang tidak punya minyak, karena hilir migas Indonesia tertinggal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini