Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai kebijakan harga tiket pesawat sudah tepat, karena harga minyak dunia dari April sampai sekarang sempat memuncak di Juni dari 105 dolar Amerika Serikat (AS) ke 120 dolar AS per barel.
Hal tersebut disampaikan Gerry merespon kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengizinkan maskapai mengenakan biaya tambahan (surcharge) paling tinggi 15 persen dari batas atas untuk pesawat jet. Sedangkan, untuk pesawat udara jenis propeller atau baling-baling paling tinggi 25 persen dari tarif batas atas.
"Kenaikan fuel surcharge dari 10 persen ke 15 persen untuk meng-cover kenaikan biaya fuel dari April hingga Juli," ujar Gerry saat dihubungi Tribunnews, Selasa (9/8/2022).
Baca juga: Pengamat Penerbangan: Surcharge Bukan untuk Tambah Profit, Tapi Kurangi Kerugian Maskapai
Menurut Gerry, jika harga minyak tetap berada di bawah 100 dolar AS per barel dan bertahan atau turun tiga bulan ke depan, fuel surcharge pun akan mengikuti.
"Kemungkinan besar akan dikurangi lagi atau ditiadakan tiga bulan dari sekarang," ucap Gerry
Gerry berujar, dalam tiga bulan terakhir daya beli masyarakat cukup tinggi, yakni harga tiket rata-rata kena tarif batas atas dan fuel surcharge, dan penerbangan masih penuh.
"Namun bulan ini musim tengah tahun libur selesai dan jika kedepannya demand-nya turun, maskapai pun akan menurunkan harga tiket dan fuel surcharge-nya, selama itu masih profitable," imbuh Gerry.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan izin kepada maskapai untuk menaikkan harga tiket pesawat.
Baca juga: Kemenhub Izinkan Maskapai Naikkan Harga Tiket Pesawat, Berikut Besarannya
Izin itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) Yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Dalam beleid tersebut, izin kenaikan tiket mereka berikan dengan memberikan ruang kepada maskapai untuk menaikkan biaya tambahan (surcharge) maksimal 15 persen dari tarif batas atas (TBA) untuk pesawat jet dan 25 persen bagi pesawat jenis proppeller atau baling-baling.
Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono mengatakan kebijakan ini perlu ditetapkan agar maskapai memiliki pedoman dalam menerapkan tarif penumpang.
"Secara tertulis, imbauan ini telah kami sampaikan kepada masing-masing direktur utama maskapai nasional, untuk dapat diterapkan di lapangan," ujar Nur Isnin dalam keterangan resminya dikutip Senin (8/8/2022).
Baca juga: Tetapkan Besaran Surcharge, Kemenhub Minta Maskapai Jual Tiket Pesawat Terjangkau
Nur Isnin mengatakan pengenaan biaya tambahan bersifat pilihan atau tidak mandatory bagi maskapai. Kemenhub akan mengevaluasi penerapan biaya tambahan sekurang- kurangnya setiap tiga bulan.