Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dinilai strategis dalam akselerasi Program Sejuta Rumah Presiden Jokowi.
PMN dinilai dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan, menambah jumlah pasokan rumah sekaligus mendorong pemulihan ekonomi Indonesia.
Diketahui, pemerintah masih mengevaluasi kembali keputusan PMN sebesar Rp 2,98 triliun untuk PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) di tahun ini.
Baca juga: PMN Tak Kunjung Cair, Penyelesaian Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Hampir Pasti Molor
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, keputusan tersebut telah dibahas dalam rapat Komite Privatisasi BUMN pada Rabu (10/8). Sementara PMN untuk Garuda dan Waskita dipastikan akan dicairkan.
“BTN masih perlu dievaluasi lagi. Ada beberapa yang memang ini lagi dievaluasi lagi. Ini kan rapat komite privatisasi BUMN,” tutur Susiwijono.
Sebelumnya, Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN mengatakan, dukungan PMN tersebut diperlukan untuk meningkatkan kemampuan BTN dalam membantu pemerintah menurunkan selisih antara kebutuhan rumah dan ketersediaan rumah atau backlog di Tanah Air.
Ekonom Indef Nailul Huda mengatakan sektor properti mesti menjadi prioritas program relaksasi pemerintah karena peranannya yang sangat strategis, bahkan dibandingkan sektor ekonomi lainnya.
Multiplier effect properti membentang dari pelaku industri dan usaha turunannya hingga konsumen akhir, terutama segmen masyarakat menengah bawah (MBR).
“PMN untuk BTN untuk mendukung program 1 juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah patut diprioritaskan. Untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi dan sekaligus membantu daya beli masyarakat untuk memiliki rumah layak huni , sektor properti saya rasa lebih tepat diberikan relaksasi dibandingkan sektor otomotif,” kata Nailul mengomentari wacana pemerintah mengevaluasi kembali keputusan PMN sebesar Rp 2,98 triliun kepada BTN pada tahun ini.
Baca juga: Gandeng Pengembang Bumi Mutiara Serang, BTN Tawarkan Bunga KPR 2,22 Persen
Data Kementerian PUPR memperlihatkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 11,4 juta unit. Hal ini masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5 persen keluarga menghuni rumah yang layak, sementara sisanya adalah rumah tidak layak huni.
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah mengingatkan bahwa tanpa PMN ke Bank BTN, program sejuta rumah rakyat yang digagas Presiden Jokowi bisa melambat, sementara masa jabatan presiden tinggal 2 tahun lagi.
“Program Sejuta Rumah yang digagas Presiden Jokowi adalah solusi cemerlang dalam meningkatkan jumlah MBR yang memiliki hunian layak. Tanpa percepatan di Program Sejuta Rumah, backlog perumahan tidak akan berkurang malah akan bertambah. Pasalnya, setiap tahun jumlah keluarga baru terus meningkat tetapi pasokan rumah selalu lebih kecil dari kebutuhan,” ujarnya.
Catatan saja, setiap tahunnya terdapat 1,8 juta pernikahan. Sebagian dari rumah tangga baru tersebut tentunya membutuhkan rumah tinggal sehingga akan meningkatkan angka backlog.
Kondisi ini makin rumit karena daya beli masyarakat saat ini terhimpit kenaikan inflasi dan risiko bunga tinggi. Para pengembang pun tidak punya banyak pilihan selain berancang ancang menaikkan harga rumah untuk mengimbangi kenaikan harga bahan bangunan. Sementara itu, tingkat kenaikan pendapatan masyarakat selalu tertinggal dari laju kenaikan harga rumah.
“Tanpa keberpihakan dan komitmen pemerintah, memiliki hunian layak hanya menjadi mimpi para MBR. Tak ada pilihan bagi pemerintah selain mempercepat PMN ke BTN. Menunda PMN berarti lost opportunity. Segmen MBR paling dirugikan” kata Piter.
Baca juga: Rights Issue BTN Disetujui, Dana Akan Dialokasikan untuk Genjot Pembiayaan Perumahan
Sementara itu, Ekonom MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi menilai kemampuan BTN untuk mendukung kebangkitan sektor properti relatif terbatas karena rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) saat ini berada di level 18,15 persen pada Maret 2022.
“CAR BTN saat ini memang relatif bagus, kuat dan sehat. Tapi, untuk akselerasi pembiayaan ke MBR, angka saat ini belum cukup. Kalau dilakukan PMN tentunya modal dan CAR BTN akan naik sehingga lebih banyak proyek perumahan dan KPR yang bisa dibiayai,” ujar Tirta.
Berdasarkan data, Tirta melanjutkan, pembangunan perumahan merupakan sektor yang yang padat karya. Setidaknya dibutuhkan 5 orang pekerja untuk membangun satu unit rumah atau 500 ribu pekerja untuk setiap pembangunan 100 ribu unit rumah.
“Proyek properti juga mendukung industri produk lokal, karena 90 persen bahan bangunan dalam konstruksi rumah merupakan produk lokal. Proyek properti juga memiliki dampak turunan (multiplier effect) kepada 174 sektor ekonomi lainnya,” katanya.
Dampak lainnya dari akselerasi sektor properti adalah kontribusi terhadap penerimaan negara karena dalam setiap rumah yang terjual menghasilkan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan, bea balik nama (BBN), Pajak Bumi dan Bangunan, hingga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
“Tentunya data-data tersebut menunjukan pemerintah seharusnya mempercepat PMN kepada BTN, bukan malah menunda. Semakin cepat PMN kepada BTN, maka semakin cepat dampaknya terasa di ekonomi Indonesia,” ujarnya.