“Kalau harga minyak diatas 100 dolar AS perbarel kemudian dengan asumsi rupiah kita Rp 14.500 per dolar, kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta, maka akan terjadi penambahan subsidi sampai Rp 600 triliun, angka yang sangat besar,” terang Lamhot.
Rencana pengurangan kuota BBM subsidi dalam RAPBN menjadi sangat relevan dan mendesak dilakukan, karena akan sangat membebani APBN kita.
“Jika subsidi terus bertambah hingga mencapai Rp 600 triliun sementara target pendapatan Rp 2.266,2 triliun artinya lebih dari 26 persen anggaran kita hanya untuk beli BBM,” katanya.
Namun bukan menghilangkan subsidi, karena pemerintah masih dibutuhkan kehadirannya, terutama masyarakat dengan ekonomi yang masih rendah.
Lamhot juga meminta pemerintah mempertimbangkan usulan Pertalite hanya untuk pengguna sepeda motor, solar hanya untuk kendaraan angkutan.
Baca juga: Kuota BBM Menipis, Stok Pertalite Cukup untuk Berapa Lama? Pertamina Diminta Lakukan Pengendalian
“Saya mengusulkan besar subsidi per liter BBM ditanggung pemerintah 75 persen nya saja, sisanya dengan penyesuaian harga BBM subsidi,” imbuh dia.
Pemerintah mensubsidi solar sebesar Rp 7.800 per liter menjadikan harga solar menjadi Rp 5.150 per liter, dengan penyesuaian besar subsidi harga solar memungkinkan menjadi Rp 7.100.
Subsidi pertalite dari pemerintah sebesar Rp 4.500 per liter dari harga yang diterima konsumen Rp 7.650 per liter, sehingga penyesuaian harga pertalite memungkinkan menjadi Rp 8.875.
Penyesuaian harga ini menurut Lamhot masih bisa diterima masyarakat penerima subsidi karena masih sangat terjangkau jika dibandingkan harga BBM non subsidi. (Tribunnews.com/Kompas.com)