News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Subsidi BBM Habiskan 25 Persen APBN, Bahlil Lahadalia: Kita Harus Siap Kalau Harga BBM Naik

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas SPBU sedang melayani pelanggan, Selasa (26/4/2022). Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyoroti besarnya beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang ditanggung oleh pemerintah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyoroti besarnya beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang ditanggung oleh pemerintah.

Menurut Bahlil Lahadia, beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam mensubsidi BBM bakal berpotensi bertambah besar jika harga minyak dunia melonjak, sehingga menurutnya kenaikan harga BBM tak bisa dihindarkan.

"Jadi tolong teman-teman wartawan sampaikan juga kepada rakyat bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya sih harus kita siap-siap, kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," katanya dalam konferensi pers mengenai Perkembangan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan, di Jakarta, Jumat (12/8/2022).

Baca juga: Kurangi Beban APBN, Anggota Komisi VII Dorong Pemerintah Berani Putuskan Kenaikan Harga BBM Subsidi

Bahlil menyebut, harga BBM di APBN berkisar 63 dolar AS - 70 dolar AS per barel, sementara saat ini harga minyak dunia sampai 105 dolar AS per barel.

"Tapi harga minyak sekarang kan naiknya minta ampun. Harga minyak di APBN kita itu 63 dollar AS sampai 70 dollar AS per barrel. Sekarang harga minyak dunia rata-rata dari Januari sampai dengan bulan Juli itu 105 dollar AS per barrel," jelasnya.

"Tetapi, kalau harga minyak per barrel di atas 100 dollar AS, 105 dollar AS, kemudian dengan asumsi kurs dollar APBN itu Rp 14.500 tapi sekarang rata-rata Rp 14.750, dan kuota kita dari 23 juta kiloliter menjadi 29 juta maka ada terjadi penambahan subsidi," sambung Bahil.

Dari situ saja, kata Bahlil, APBN bakal menanggung subsidi BBM hingga Rp 600 triliun. Justru inilah yang menjadi kekhawatiran pemerintah dengan beban APBN yang begitu besar menanggung biaya subsidi BBM.

"Hitung-hitungan kami belum final ya, hitung-hitungan kami ini bisa di Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun. Sampai kapan APBN kita akan kuat menghadapi subsidi yang lebih tinggi? Karena Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun itu sama dengan 25 persen total pendapatan APBN kita dipakai untuk subsidi dan ini menurut saya agak-agak enggak sehat," ungkapnya.

Baca juga: Kuota BBM Menipis, Stok Pertalite Cukup untuk Berapa Lama? Pertamina Diminta Lakukan Pengendalian

Dia malah membandingkan dengan warga Papua yang sudah terbiasa dengan harga minyak yang tinggi. Terpenting, kata Bahlil, minyak tersebut tersedia alias tidak langka.

"Kalau di Papua itu biasa kalau harga minyak tinggi biasa. Kalau saya di Papua dulu harga Rp 19.000 enggak pernah ribut-ribut kita di Papua. Tapi kalau di sini naik Rp 1.000, Rp 2.000 sudah ribut orang. Kalau di Papua itu harga minyak naik, waktu dulu waktu saya masih jadi pengusaha, biasa-biasa saja yang penting barang ada. Tapi saya tidak tahu kalau di sini ya (DKI Jakarta)," katanya.

Dia pun berharap APBN Kita masih dalam kondisi sehat atau mampu menanggung beban biaya fiskal negara.

"Kita doakanlah kalau ini katakanlah beban negaranya tinggi ya ayo sama-sama kita mungkin ini adalah membentuk kita gotong royong karena untuk menjaga fiskal kita juga agar sehat," harap Bahlil.

Kuota BBM Menipis

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) mencatat penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL).

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini