TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, harga BBM berpotensi naik, meski tak menyebutkan secara gamblang kapan kenaikan harga tersebut terjadi.
Bahlil menyebut, beban untuk subsidi BBM diproyeksikan membengkak hingga Rp 600 triliun pada akhir 2022 karena lonjakan harga energi di global.
Jika harga BBM naik, diprediksi bakal berdampak pada berkurangnya minat konsumsi masyarakat hingga meningkatnya inflasi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey turut menyoroti wacana pemerintah menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Aprindo menilai naiknya harga Pertalite akan berimbas pada berkurangnya minat konsumsi masyarakat.
"Jika terdapat kenaikan harga BBM khususnya Pertalite, maka minat konsumsi bakal berkurang. Masyarakat akan menahan belanja atau menunda konsumsi, ditambah lagi adanya inflasi," kata Roy seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Padahal konsumsi rumah tangga paling tinggi kontribusinya bagi PDB (Produk Domestik Bruto), yakni lebih dari 50 persen. Oleh karena itu, Roy mengatakan ada 3 poin penting yang mesti diperhatikan sebelum pemerintah menaikkan harga jual BBM terkhusus Pertalite.
Pertama, Aprindo berharap besar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat dengan melakukan mitigasi untuk menciptakan masyarakat yang mampu secara daya beli sebelum mengerek harga jual BBM. Hal ini dapat dimulai dengan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya, sehingga menghindari ketidakmampuan masyarakat.
Kedua, program substitusi dari konsumsi masyarakat juga harus mulai digalakkan. Sebab, kondisi ini membuat ketergantungan bagi suatu bahan pokok seperti gandum yang harganya melambung sejak inflasi. Dengan adanya substitusi, maka konsumsi dapat terus terjaga.
Baca juga: Ekonom: Masyarakat Rentan Harus Dilindungi Bansos BLT Jika Harga BBM Subsidi Naik
Ketiga, naiknya harga BBM harus memberikan kompensasi yang berkelanjutan misalnya seperti bantuan langsung tunai, bantuan keluarga harapan, ataupun dana desa. Hal ini agar menjaga daya beli masyarakat Indonesia yang lebih dari separuh merupakan kelas menengah ke bawah.
Roy bilang, meskipun inflasi ini terjadi secara global namun kemampuan dari setiap negara tidak dapat disamaratakan. Indonesia sendiri yang memiliki sumber daya unggulan seperti CPO (Crude Palm Oil) ataupun Batubara mestinya bisa menutupi kekurangan-kekurangan di sektor lainnya, sehingga tidak harus menaikkan harga jual BBM.
Namun jika akhirnya pemerintah tidak dapat menahan tekanan inflasi sehingga harus menaikkan harga jual BBM jenis Pertalite, dengan secara terpaksa industri ritel bakal menaikkan harga jual.
Roy menjelaskan, kenaikan BBM ini sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kelangsungan ritel. Namun dari sektor hulu atau pengusaha yang melakukan penyesuaian harga jual bakal mengerek harga di ritel.
Adapun ongkos produksi ritel dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja, listrik dan perpajakan.
Ekonom Prediksi Inflasi Meningkat
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi inflasi akan meningkat jika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite naik Rp10.000 per liter.
Baca juga: DPR Tak Mau Tambah Subsidi BBM dan Gas, Harga Pertalite dan Gas 3 Kg Bakal Naik?
"Direct Impact kenaikan harga Pertalite 30,72 persen menjadi Rp10.000 per liter ke inflasi dengan mempertimbangkan proporsi Pertalite 80 persen total bensin adalah sekitar 0,93 persen," ujar Josua saat dihubungi, Selasa (16/8/2022).
Pemerintah juga perlu mengalokasikan bantalan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar tidak mengalami penurunan daya beli yang signfikan.
Untuk membatasi konsumsi Pertalite dan Solar bersubsidi, pemerintah harus melakukan langkah strategis untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Terdapat dua opsi yakni pembatasan menggunakan teknologi apps MyPertamina dan menaikkan harga BBM bersubsidi," tutur Josua.
Pembatasan penerima subsidi menggunakan teknologi dapat menjadi pilihan dalam membatasi konsumsi.
Harga Pertalite dan Solar bersubsidi bisa tetap, namun penerimanya terseleksi sehingga menurunkan konsumsi.
"Namun, kita juga melihat kondisi kebocoran dan dampak bagi masyarakat akan tetap besar," kata Josua.
Di antaranya, sebagian besar distribusi barang dilakukan melalui transportasi darat, yang belum tentu semuanya berhak mendapatkan subsidi sehingga pada akhirnya menaikkan harga barang.
Baca juga: Analis Nilai Kenaikan Harga BBM Subsidi Berpotensi Kerek Inflasi Lebih Cepat
"Belum lagi kemampuan teknis di seluruh SPBU yang menjalankan apps MyPertamina tersebut harus handal, kalau tidak berpotensi menciptakan antrean," tutur Josua.
Josua menilai menaikkan harga BBM bersubsidi akan cenderung lebih baik dibandingkan melakukan pembatasan.
Dengan mempertimbangkan harga minyak mentah internasional dan nilai tukar rupiah saat ini harga keekonomian Pertalite sekitar Rp17.000 per liter.
"Oleh sebab itu kenaikan harga sekitar 30 persen menjadi Rp10.000 per liter masih tetap jauh di bawah harga keekonomiannya," imbuh Josua.
Tak Ada Tambahan Subsidi
Badan Anggaran (Banggar) DPR menyatakan tidak akan menambah anggaran subsidi energi, yang kondisinya saat ini sudah makin menipis.
Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan, jika anggaran subsidi tidak ditambah, maka solusinya adalah dengan melebarkan, menaikkan, atau menyesuaikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ada.
Baca juga: Analis: Tak Hanya Masyarakat, Pelaku Industri Akan Tertekan Jika Harga BBM Subsidi Naik
“Bagi saya tidak ada penambahan anggaran (anggaran subsidi energi), kalau terus seperti ini, tidak punya pijakan, maka yang terbaik adalah secara gradual pemerintah melebarkan, menaikkan, atau menyesuaikan subsidi BBM kita,” tutur Said kepada awak media saat ditemui di Gedung Parlemen DPR RI, Selasa (16/8/2022).
Tidak hanya BBM, menurutnya anggaran untuk subsidi LPG 3 kg pun tidak akan ditambah. Hal ini lantaran, penerima subsidi LPG 3 kg tersebut paling tidak tepat sasaran. Ia mencatat sasarannya hanya 22 persen saja masyarakat yang seharusnya merasakan.
Lebih lanjut, untuk menjaga daya beli masyarakat ketika memang pemerintah menaikkan harga Pertalite, Said menyarankan agar sejumlah bantuan seperti perlindungan sosial dan bantuan sosial gencar di kucurkan ke masyarakat.
Baca juga: Pengusaha Transportasi Ancang-ancang Sesuaikan Tarif Angkutan Jika Harga BBM Naik
“Untuk menjaga daya beli masyarakat, artinya perlinsos harus dipertebal, langsung tepat sasaran kepada masyarakat penerima,” jelasnya.
Bagi Banggar, lanjut Said, melakukan penyesuaian harga BBM adalah pilihan yang tepat ketimbang pemerintah menambah anggaran subsidi lagi yang jelas-jelas realisasinya tidak tepat sasaran. (Tribunnews.com/Kontan)