News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bikin Rugi, MInta Pemerintah Lebih Serius Atasi Tambang Ilegal

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah alat berat diamankan polisi dalam penindakan praktik tambang ilegal di Sekatak Bulungan, Kalimantan Utara, yang melibatkan tersangka oknum polisi.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Mining Association (IMA) atau Asosiasi Pertambangan Indonesia berharap semua pemangku kepentingan serius dalam mengatasi praktik penambangan tanpa izin (PETI) yang belakangan kembali marak. 

Pemerintah daerah dan Polri juga didorong untuk proaktif dalam pencegahan tambang ilegal tanpa perlu menunggu eskalasi hingga membesar.

Ketua IMA Rachmat Makkasau menyampaikan pentingnya koordinasi antar lembaga.

"Sangat penting adalah koordinasi Pemda-Kepolisian-dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," ujarnya, Minggu (28/8/2022).
 
Ia mengungkapkan peran vital penanganan PETI sejatinya ada di Pemda dan Kepolisian. Sedangkan dari perusahaan pertambangan pemilik izin usaha dari pemerintah yang terbaik adalah melaporkan, terutama apabila ada indikasi PETI di wilayahnya.

"Kami berharap mereka tidak menunggu hingga skalanya berkembang menjadi besar karena akan semakin sulit (penanganannya)," jelas Rachmat. 

Menurut dia, IMA selalu meminta anggotanya ahar bekoordinasi dengan Pemda dan kepolisian serta Kementerian ESDM. 

Kegiatan PETI dinilai tak terkendali, terutama ketika harga komoditas terus naik dan menyebabkan terjadinya disparitas harga tinggi. 

Banyak kegiatan di titik pertambangan tanpa izin di sektor minerba. Selain perusahaan penambang legal, kerugian juga dialami pemerintah dan masyarakat karena lingkungan sekitarnya rusak.  

Baca juga: Peluncuran SIMBARA Diklaim Bisa Atasi Praktik Tambang Ilegal

 Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga kuartal III 2021 terdapat 2.645 lokasi PETA tambang mineral dan 96 lokasi tambang batu bara. Kementerian ESDM juga menyebutkan sekitar 3,7 juta pekerja terlibat dalam kegiatan PETI. 

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Pipit Rismanto mengatakan, saat ini sudah ada koordinasi dan sinkronisasi data antara kepolisian dan Kementerian ESDM terhadap beberapa komoditas penambangan. 

Kegiatan PETI tak hanya melanggar UU Minerba, tapi juga UU Ketenagakerjaan terkait K3, UU Lingkungan hingga terdapat penyalahgunaan BBM bersubsidi.

Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Tambang Ilegal, Anak Kepala Dinas di Luwu Sulsel Jalani Sidang Tuntutan

“Permasalahan PETI sangat kompleks, tidak bisa diselesaikan dengan berjalan sendiri - sendiri sehingga perlu penataan regulasi yang berkembang dan berkelanjutan yang mampu mendong perekonomian daerah maupun nasional, koordinasi antar lembaga dan sinergi juga harus ditingkatkan,” ujar Pipit saat berbicara pada sebuah webinar di Jakarta, Senin (22/8/2022).

Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law Ade Adhari mengatakan, sedikitnya ada lima kerugian akibat PETI di Indonesia. Selain kerusakan dan pencemaran lingkungan, juga kehilangan pendapatan negara serta tidak ada jaminan reklamasi dan pasca tambang.

"Kegiatan PETI juga menghilangkan adanya kesempatan CSR tambang, tidak adanya kewajiban Community Development selain kehidupan masyarakat ada terancam," katanya.

Baca juga: BKSDA Jambi Sebut Kemunculan Harimau Akibat Aktivitas Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

Ade menyebutkan pemberian sanksi pidana diperlukan untuk pelaku PETI. Tujuannya adalah mempengaruhi masyarakat untuk tidak melanggar terhadap norma hukum administrasi melalui sanksi yang bersifat nestapa. 

Selain itu, melindungi kepentingan masyarakat luas agar terproteksi dari perbuatan tindak pidana administrasi. 

Delik PETI mengacu pada UU Minerba pasal 158 dan 160. Pasal 158 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana pasal 35 dipidana maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. 

Pasal 160 menyatakan, setiap orang yang punya IUP dan IUPK pada tahap kegiatan eksplorasi tapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini