Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat perubahan iklim sekira 0,6 persen hingga 3,45 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023.
Dengan demikian, jumlah kerugian yang bisa ditaksir bagi Indonesia dari adanya perubahan atau krisis iklim tersebut mencapai sekira Rp 112,2 triliun.
"Kerugian ekonomi akibat krisis iklim ini akan mencapai Rp 112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB pada tahun 2023 atau tahun depan," ujarnya dalam acara HSBC Summit 2022, Rabu (14/9/2022).
Baca juga: Sri Mulyani di HSBC Summit: Ancaman Krisis Iklim Lebih dari Pandemi Covid-19
Dia menambahkan, dukungan terhadap manusia dan ekosistem di seluruh dunia akan lebih signifikan, sehingga pemerintah harus fokus terhadap peringatan krisis iklim ini.
"Sebab pada tahun 2021, emisi CO2 global rebound pada level tertinggi dalam sejarah. Peningkatan penggunaan batu bara merupakan faktor utama yang mendorong emisi CO2 terkait energi global hingga lebih dari 2 miliar ton," kata Sri Mulyani.
Menurutnya, itu adalah tingkat kenaikan tahunan terbesar yang pernah terjadi, sehingga meningkatnya emisi CO2 global di atas tingkat prapandemi perlu segera diantisipasi.
Baca juga: Indonesia Buat Kesepakatan Baru dengan Norwegia Soal Lingkungan dan Iklim
"Perubahan iklim dapat mempengaruhi ekonomi makro. Penelitian pada tahun 2021 memprediksi bahwa dunia akan kehilangan lebih dari 10 persen dari total nilai ekonominya, jika Kesepakatan Paris dan target nol emisi karbon 2050 tidak terpenuhi," pungkasnya.