News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wall Street Amblas, Terbesar Dalam Dua Tahun Setelah Data CPI AS di Rilis

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Wall Street

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Usai perilisan Indeks harga konsumen (CPI) AS, kinerja saham utama pada pasar Wall Street terpantau mencatatkan penurunan tajam di awal perdagangan Rabu (14/9/2022).

Rilisnya data inflasi bulanan di Amerika yang meleset lebih tinggi dari prediksi ekonom telah membuat para investor kompak melakukan aksi jual saham massal, hingga memicu guncangan pada pasar Wall Street dan membuat pergerakan saham – saham AS anjlok,

Seperti indeks Dow Jones Industrial Average yang terlihat lesu pada awal perdagangan pasar dimana reli terpopuler di Wall street ini anjlok 374,84 poin, atau 1,16 persen menjadi 32.006,50 dolar AS, penurunan lainnya juga terjadi pada S&P 500 yang dibuka lebih rendah sebesar 73,29 poin, atau 1,78 persen menuju ke level 4.037,12 dolar AS.

Baca juga: Wall Street Merah, Imbas Pengetatan Pasokan Minyak Mentah hingga Melambatnya Produksi Manufaktur AS

Diikuti Nasdaq Composite yang turun 357,60 poin, atau 2,92 persen hingga harganya jatuh 11.908,81 Yen.

Mengutip dari Reuters, penurunan serupa juga terjadi pada reli indeks saham layanan komunikasi dan teknologi, seperti saham Apple Inc serta Microsoft Corp yang masing-masing kompak mencatatkan penurunan sekitar 2 persen, sementara saham Tesla Inc, Alphabet Inc, Amazon.com Inc, dan Meta Platforms Inc ambles di kisaran 2,5 persen hingga 3,2 persen.

Rontoknya harga saham di pasar Wall Street jadi yang terbesar sejak Juni 2020 tepatnya saat munculnya gejolak pasar di masa pandemi COVID-19.

Sebelum mencatatkan penurunan pasar Wall Street sempat menghijaukan raport selama empat hari berturut – turut.

Namun setelah data CPI yang dirilis Biro Statistik Tenaga Kerja AS naik sebanyak 0,1 persen menjadi 8,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Selasa (13/9/2022), lantas memicu kekhawatiran investor akan adanya sikap hawkis yang akan dilakukan The Fed pada pertemuan di 20 – 21 September mendatang.

“Intinya, itu hanya memperkuat tangan Fed untuk pertarungan inflasi yang lebih keras, menarik peluang The Fed untuk kembali menaikan suku bunga secara agresif " kata Peter Cardillo, kepala ekonom pasar di Spartan Capital Securities di New York.

Baca juga: Wall Street Merah, Imbas Pengetatan Pasokan Minyak Mentah hingga Melambatnya Produksi Manufaktur AS

Meski The Fed belum memberikan pernyataan resmi terkait berapa banyak jumlah suku bunga yang akan dikerek pada bulan ini, namun bila ditarik mundur Ketua Fed Jerome Powell telah menekankan isyarat hawkish untuk menekan laju inflasi hingga turun di kisaran 2 persen.

Pasar sekarang melihat peluang 85 persen untuk kenaikan suku bunga 75 basis poin dan 15 persen untuk kemungkinan kenaikan 100 bps oleh The Fed.

Kenaikan inilah yang dikhawatirkan dapat membuat investor kompak meninggalkan aset – aset berisiko seperti pasar saham dan kripto, dan berpaling ke aset safe haven seperti mata uang dollar sebagai imbas dari adanya peningkatan imbal hasil Treasury di AS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini