Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, MANILA – Bank Pembangunan Asia (ADB) mengatakan bahwa pihaknya siap memberikan dukungan keuangan lebih lanjut untuk membantu mengatasi krisis ekonomi yang melanda Sri Lanka.
"Sebagai mitra utama jangka panjang, ADB siap memberikan dukungan lebih lanjut,” kata Masatsugu Asakawa, Presiden Bank Pembangunan Asia.
"Jadi kami bekerja sama dengan Pemerintah Sri Lanka dalam mendukung negara tersebut di masa yang penuh tantangan ini," tambahnya.
Baca juga: Ekonomi Sri Lanka Semakin Terpuruk, Inflasi Melonjak hingga 70,2 Persen
Dikutip dari Reuters, Rabu (28/9/2022) ekonomi Sri Lanka telah berkontraksi dan memicu inflasi yang sangat tinggi, sehingga memengaruhi standar hidup.
Sementara itu, Departemen Sensus dan Statistik Sri Lanka menyebutkan indeks harga konsumen nasional (CPI) naik menjadi 70,2 persen pada Agustus dari sebelumnya sebesar 66,7 persen pada Juli.
Tingginya inflasi Sri Lanka juga membuat harga makanan naik 84,6 persen, dan harga barang non makan naik 57,1 persen.
Asakawa mengatakan bahwa dia yakin Kolombo sedang bekerja untuk menyelesaikan kesepakatan tingkat staf dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk pinjaman sekitar 2,9 miliar dolar AS, dengan mencari jaminan pembiayaan dari kreditur, di antara langkah-langkah lainnya.
"Setelah program IMF selesai, kami akan mempertimbangkan untuk bergabung dengan yang lain, dengan menyediakan sumber daya keuangan tambahan untuk bergabung dengan paket penyelamatan lain untuk Sri Lanka," kata Asakawa.
Di samping itu, Asakawa juga menunjuk pada risiko arus keluar modal secara tiba-tiba dari Asia dan prospek depresiasi mata uang yang sangat tajam, yang berlanjut untuk beberapa waktu, karena bank sentral AS memperketat kebijakan moneter secara agresif.
Baca juga: Ekonomi Sri Lanka Menyusut 8,4 Persen, Dipicu oleh Krisis Pupuk dan Bahan Bakar
"Selalu merupakan hal yang baik untuk sangat waspada terhadap pergerakan modal yang lebih luas ini," ujar Asakawa.
“Saya juga berusaha meningkatkan kerja sama keuangan regional kita, termasuk ASEAN+3,” tambahnya, merujuk pada pengelompokan China, Jepang, dan Korea Selatan dengan negara-negara Asia Tenggara.