Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2023 dinilai belum siap untuk menghadapi ancaman resesi ekonomi global, yang diprediksi akan terjadi pada tahun depan.
Ekonom Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, hal tersebut terlihat dari kecilnya alokasi anggaran perlindungan sosial yang hanya sekitar Rp 440 triliun.
Jika masyarakat tidak mendapatkan stimulus yang maksimal dalam menghadapi resesi ekonomi, maka hal ini berpotensi membuat masyarakat kian kesulitan.
Baca juga: Dampak Resesi Ekonomi Global Terhadap Indonesia, Neraca Perdagangan Defisit hingga Inflasi Meningkat
Dampaknya akan memunculkan orang-orang miskin yang baru.
"RAPBN belum maksimal untuk sosial. Untuk perlindungan sosial itu kalau di RAPBN 2023 sekitar Rp 440 triliun, itu sebenarnya 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)," ucap Bhima kepada Tribunnews, Sabtu (1/10/2022).
"Ini kecil sekali untuk mengakomodir risiko naiknya angka kemiskinan. Kalau inflasi naik dan garis kemiskinan naik, kelas menengah akan turun dan menjadi orang miskin baru," sambungnya.
Selain perlindungan sosial, Bhima juga berharap Pemerintah untuk fokus memberikan stimulus yang maksimal untuk para pelaku UMKM dan sektor properti.
Terkait menjaga ketahanan pangan di tengah ancaman resesi ekonomi global, Bhima juga mendorong Pemerintah untuk menambah anggaran untuk subsidi pupuk, menyediakan bantuan bibit, hingga menyediakan fasilitas alat mesin pertanian (alsintan).
"Soal pangan, persiapan subsidi pupuk harus ditambah. Karena subsidi pupuk yang ada saat ini hanya mengcover 30 persen dari total kebutuhan pupuk nasional," papar Bhima.
Baca juga: Ada Ancaman Resesi Global, Analis Sebut Masih Terbuka Peluang Berinvestasi
"Jadi yang perlu ditambah subsidi pupuk, bantuan bibit, alsintan, adaptasi teknologi, memotong rantai pasok juga butuh anggaran, pendataan sektor pangan dan pertanian menjadi fokus dari anggaran 2023," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memberikan sinyal bahwa ekonomi global bakal menghadapi resesi di 2023.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, tanda-tanda tersebut terlihat dari menurunnya kinerja perekonomian di sejumlah negara maju. Mulai dari China, Amerika Serikat, Jerman, hingga Inggris.
“Hampir semua negara kondisi pertumbuhan kuartal II-2022 itu melemah dibandingkan pertumbuhan kuartal I-2022 dan ini sangat ekstrim. Seperti China, kemudian Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan negara lain mengalami koreksi,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, (26/9/2022).
“Ini kemungkinan akan berlanjut di kuartal III-2022 dan sampai akhir tahun. Tren terjadinya pelemahan sudah terlihat dan akan terlihat hingga kuartal IV-2022, sehingga prediksi hingga tahun depan termasuk kemungkinan terjadinya resesi akan muncul,” sambungnya.