News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekosistem Masih Dikembangkan, Mobil Listrik Masih Jadi Barang Mewah

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengunjung mengendarai mobil listrik saat test drive pada pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2022 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Minggu (14/8/2022). GIIAS 2022 menyediakan area test drive indoor untuk kendaraan listrik dan informasi mengenai kelebihan kendaraan bermotor berbasis baterai atau mobil listrik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo tidak memungkiri bahwa mobil listrik (electric vehicle/EV) saat ini masuk dalam kategori barang mewah.

Ia menjelaskan hal itu wajar karena ekosistem kendaraan berbasis listrik di Indonesia masih proses pengembangan.

“Kita punya Perpres 55 Tahun 2019 tentang Keberpihakan Pada Mobil Listrik dan sekarang sedang kita galakkan kebijakan itu di mana insentifnya luar biasa,” kata Darmawan saat agenda Bincang Dua Puluh di Jakarta, Selasa (11/10/2022).

Darmawan berharap nantinya mobil listrik bukan lagi luxury car dengan catatan apabila sudah didominasi komponen lokal.

Baca juga: Tolak Penggantian Mobil Listrik untuk Dinas Pejabat, Anggota DPR: Kalau Ngotot, Pakai Esemka Saja

PLN terus berupaya rantai pasok kendaraan listrik tidak mengandalkan impor agar harga unit mobil listrik semakin kompetitif.

“Bahkan ada insentif besar-besaran jika ketentuan 50 persen TKDN dipenuhi, salah satunya baterai harus buatan dalam negeri,” ungkapnya.

Darmawan menyadari perlunya langkah kolaborasi seluruh stakeholder untuk mencapai goal dari pembangunan ekosistem kendaraan listrik.

Langkah ini dilakukan untuk mempercepat transisi energi di Tanah Air guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

“PLN memberikan kemudahan kepada publik dalam proses charging di rumah maupun di luar rumah, semakin mudah masyarakat mengisi daya, semakin tertarik masyarakat untuk menggunakan kendaraan listrik,” tutur Darmawan.

Dia meyakini kendaraan listrik ini selain ramah lingkungan, operasionalnya pun jauh lebih hemat dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak.

PLN telah membangun dan mengoperasikan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebanyak 150 unit dengan rincian SPKLU Fast Charging sebanyak 51 unit, SPKLU Medium Charging 78 unit dan SPKLU Slow Charging 21 unit.

"Jumlah ini akan terus bertambah di mana tahun ini ada 110 SPKLU tambahan sehingga SPKLU yang dioperasikan PLN menjadi 260 unit,” papar Darmawan.

PLN juga memberikan kemudahan bagi pemilik kendaraan listrik dengan produk layanan home charging services.

Baca juga: Airlangga Naik Mobil Listrik G24 Bareng Puan, Inikah Pertanda Koalisi?

Layanan ini berbasis IoT dengan diskon tarif 30 persen pada pukul 22.00 sampai dengan pukul 05.00 dan sekarang sudah terintegrasi 461 pelanggan ditargetkan minimal 1.500 pelanggan di akhir tahun ini.

“Layanan paket EV home charging services kami berkolaborasi dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) pabrikan mobil listrik ada Hyundai ada Wuling untuk pemasangan home charging disertai insentif tambah daya atau pasang baru,” urainya.

Darmawan menambahkan bahwa PLN menyediakan paket model waralaba atau franchise untuk SPKLU dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) melalui produk IO2.

“Sehingga penukaran baterai ini memudahkan dan seharusnya bisa mengakomodir kendaraan listrik untuk penggunaan jarak jauh, karena kalau untuk dalam kota saja seharusnya cukup sekali charge bisa untuk 360 kilometer,” akunya sebagai owner Hyundai Ioniq 3.

Urgensi Transisi Energi

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Luckmi Purwodari menjelaskan pentingnya transisi energi dari bahan bakar fosil ke listrik.

Menurutnya, tujuan utama meninggalkan bahan bakar fosil untuk menjaga sumber daya minyak yang semakin terbatas.

“Karena fosil ini tidak bisa diperbaharui maka menjadi sangat urgensi untuk kita beralih ke energi baru terbarukan sepert energi listrik,” ungkap Luckmi.

Luckmi menambahkan hal kedua yang mengkhawatirkan yakni aspek polusi emisi berdasarkan index kualitas udara nasional.

Dia menjelaskan hasil pemantauan udara di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur dan seterusnya berada diposisi terendah.

“Kita punya 56 stasiun pemantau otomatis real time, rata-rata DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat,” tutur Luckmi.

Kondisi sehat kualitas udara di DKI Jakarta, terangnya, hanya terjadi pada saat awal pandemi 2020 di mana penurunan partikel debu mencapai 20 persen. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini