Menurutnya, IMF telah mengubah pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 semula 3,6 persen menjadi 3,2 persen.
Hal itu dampak dari ketidakpastian ekonomi global dalam beberapa rantai pasok komoditas.
“Tentu dilihat dari segi supply side, itu kenaikan tajam pada beberapa komoditas, terutama komoditas energi dan terganggunya rantai pasok global,” ujarnya.
Namun Airlangga mengklaim, nilai tukar rupiah di Indonesia senilai enam persen relatif masih tinggi dibandingkan negara Kanada, Swiss, Nepal, Malaysia, Thailand dan Inggris.
Sehingga, menurutnya, Indonesia lebih moderat dibandingkan dengan beberapa negara lain.
Lebih lanjut, volatility index di Indonesia mencapai 30,49 atau dalam range indikasi 30.
Level index Exchange Market Pressure (EMP) Indonesia juga di angka 1,06 atau di bawah 1,78.
"Jadi secara eksternal kita terjaga. Namun kita harus menjaga terjadinya capital outflow. Nah ini yang harus dijaga dari aliran modal asing saham dan juga SBN yang keluar," tutur Airlangga. (Tribun Network/Reynas Abdila)