News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Industri Nikel Bisa Jadi Penopang Ekonomi RI di Tengah Ancaman Resesi

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILustrasi pabrik pengolahan bijih nikel PT Obsidian Stainless Steel (OSS) yang terletak di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi industri nikel Steven Brown menyatakan industri nikel bisa menjadi penopang ekonomi Indonesia di tengah ancaman resesi global tahun 2023.

Menurutnya, bila tanpa baterai transisi energi di Indonesia tidak akan terjadi.

Steven menegaskan walaupun nikel bisa digantikan dengan komoditas mineral lain, tetapi hanya nikel yang mampu membuat baterai menjadi optimum.

"Yang jelas nikel ini optimum. Baterai yang optimum punya nikel karena dia high energy, namun downside high cost," kata Steven dalam sebuah diskusi dikutip Kamis (20/10/2022).

Baca juga: Harga Energi Meningkat, Mercedes Benz Mulai Investasi ke Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Maka dari itu, sebutnya, dengan kelebihan yang dimiliki nikel, transisi energi akan bergantung pada nikel.

“Tanpa nikel, maka transisi energi berpotensi tertunda. Jadi bisa lihat transisi energi tergantung pada nikel, tanpa ada nikel, kita mungkin akan ada transisi ke EBT, tapi akan delay," katanya.

Pelaku usaha sektor pertambangan dan hilirisasi nikel memahami urgensi kebutuhan untuk transisi energi.

Head of External Relation Harita Nickel, Stevi Thomas menyatakan pihaknya telah menerapkan teknologi energi yang bersih.

"Ini sejalan dengan tiga area prioritas transisi energi yang ditetapkan Presidensi G20 Indonesia, khususnya teknologi," ungkap Stevi.

Sejak tahun 2021 Harita Nickel, melalui PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yaitu anak usaha PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP) telah menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dalam mengolah dan memurnikan nikel kadar rendah (limonite).

Dari proses ini dihasilkan intermediate product berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) selanjutnya perlu diolah lebih lanjut agar diperoleh logam nikel dan cobalt murni secara terpisah.

"Teknologi ini memungkinkan kami menyuplai bahan baku untuk mengurangi emisi di dunia," katanya.

Baca juga: Tukang Cat Tiang Reklame di Medan Tewas Karena Jatuh ke Kabel Listrik

PT HPL yang mulai beroperasi pada pertengahan 2021 di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, adalah perusahaan pionir di Indonesia dalam memproduksi bahan baku utama baterai kendaraan listrik (MHP) dan memiliki kapasitas produksi 365 ribu WMT per tahun.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, ada 48 proyek smelter nikel yang ditargetkan seluruhnya dapat beroperasi pada tahun 2024.

Proyek-proyek smelter ini berlokasi di Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara.

"Memang saat ini ada, khususnya smelter nikel, ada 48 proyek yang kita harapkan bisa selesai di 2024. Memang sekarang ada kendala yang timbul yang diakibatkan kondisi dan juga kesulitan lain dari industri pertambangan untuk membangun smelter," ujar Arifin.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, Kementerian ESDM terus berupaya menjembatani kebutuhan para investor tersebut untuk dapat merealisasikan proyek smelter yang sudah direncanakan.

Hal tersebut juga untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di sektor minerba.

"Cita-cita Indonesia, nanti untuk bisa membangun industri hilirisasi dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah yang tinggi, juga menyerap tenaga kerja, dan hal positif lain yang akan bisa diterima oleh Indonesia," ujar dia.

"Jadi Kementerian ESDM mendukung penuh program hilirisasi yang memang sudah kita canangkan. Mudah-mudahan dalam waktu yang sudah kita targetkan cita-cita ini bisa kita capai," sambung Arifin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini