Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memiliki atau membeli rumah sendiri merupakan salah satu target hidup bagi banyak orang, termasuk generasi milenial.
Namun faktanya, harga properti seiring berjalannya waktu kian mahal, yang kemudian menjadi tantangan bagi calon pembeli rumah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan mengatakan generasi milenial makin sulit punya rumah karena kenaikan harga rumah yang tidak sebanding dengan pendapatan.
Baca juga: Bank Indonesia Lanjutkan Kebijakan DP 0 Persen Kredit Kendaraan Bermotor dan Properti hingga 2023
Pengamat properti, Matius Jusuf menjelaskan, kenaikan harga properti ini didorong oleh sejumlah faktor, salah satunya inflasi.
"Ke depannya inflasi besar, dan anak-anak muda tidak lagi sanggup membeli properti. Karena properti akan naik harganya, gila-gilaan," ucap Matius saat acara Talkshow 'Millenial Bisa Punya Properti'. Kerja sama Trans Park Bintaro dengan Bank Mega Syariah di Kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Sabtu (22/10/2022).
Tidak hanya inflasi, tren kenaikan suku bunga acuan yang dirilis juga menjadi salah satu sebab naiknya harga rumah atau properti. Sebagai informasi, saat ini Bank Indonesia menetapkan kebijakan untuk meningkatkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 4,75 persen.
Awalnya, Bank Sentral sempat menahan suku bunga di angka 3,50 persen. Lantaran ada kenaikkan inflasi nasional yang cukup tinggi, BI akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan dalam kurun waktu 3 bulan berturut-turut.
"Siklus properti akan semakin mahal. Kita tahu suku bunga bank naik terus. Suku bunga ini dari repo yang tadinya 3,5 sekarang jadi 4,75. Suku bunga bank itu akan membuat harga properti naik," pungkas Matius.
Baca juga: Mandiri Festival Properti Indonesia 2022, Tawarkan Bunga Spesial 2,4 Persen per Tahun
Ekonom Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, naiknya suku bunga menjadikan penyesuaian harga properti di semua jenis, baik residensial maupun komersial. "Karena bunga pinjaman naik, developer dan kontraktor juga harus menyesuaikan harga yang di passing through ke konsumen akhir," papar Bhima kepada Tribunnews belum lama ini.
"Suku bunga kredit konstruksi diperkirakan mulai alami kenaikan. Proyeksinya kenaikan harga produk konstruksi akibat penyesuaian bunga sekitar 1-2,5 persen, belum menghitung variabel naiknya harga material dan ongkos logistik serta biaya tenaga kerja disektor konstruksi," sambungnya.
Bhima menilai, tidak semua konsumen siap jika bunga KPR untuk floating rate naiknya bisa 1 persen hingga 3 persen dari sebelum penyesuaian suku bunga acuan. Dan permintaan untuk segmen kelas menengah di sektor perumahan bisa terkoreksi. Alhasil, banyak anak muda makin sulit menjangkau rumah.
"Kalaupun mampu mencicil KPR terpaksa anak muda urban harus komuter setiap hari ke kantor, karena rumah yang bisa dibeli dengan KPR lokasinya sangat jauh dari tempat kerja," jelas Bhima.