Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menyampaikan bahwa Indonesia kemungkinan kalah atas gugatan Uni Eropa di World Trade Organization (WTO). Gugatan ini muncul atas sikap Indonesia melarang ekspor nikel mentah pada 2020.
Baca juga: Pengamat Energi Nilai Nikel Punya Prospek Bagus dalam Jangka Panjang
“Kita diberi kelebihan dengan sumber daya yang ada. Sumber daya ini wajib digunakan semaksimal mungkin untuk kemajuan bangsa dan negara," ungkap Rizal dalam keterangan yang diperoleh, Selasa (13/9/2022).
"Jika pemerintah telah memberi sinyal nantinya akan menaikkan tarif ekspor bijih, itu hanya salah satu jalan agar ekspor bijih menjadi tidak menarik atau tidak menguntungkan. Namun masih ada beberapa langkah lainnya yang dapat dilakukan,” sambungnya.
Rizal melanjutkan, apapun keputusan WTO nantinya, yang paling harus dijaga adalah kepastian terhadap investasi yang ada saat ini.
Pemerintah harus mengamankan rantai pasok bijih nikel terhadap industri yang telah dan akan tumbuh, yakni pabrik peleburan (smelter) dan pemurnian (refinery).
Selain meningkatkan tarif ekspor, pemerintah juga dapat mengatur jumlah produksi melalui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) pemegang izin pertambangan.
Pembatasan produksi dapat dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral guna menjaga umur cadangan nikel dalam negeri.
Baca juga: Industri Nikel Bisa Jadi Penopang Ekonomi RI di Tengah Ancaman Resesi
Selain itu, seperti yang telah dilakukan di batubara, pemerintah juga bisa menerapkan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) bagi para pemegang izin produksi pertambangan nikel.
Menurut Rizal, ini wajib dilakukan guna memastikan kebutuhan negeri dapat terpenuhi. Hilirisasi nikel yang telah berjalan harus mendapatkan jaminan bahwa pabriknya tidak akan kekurangan pasokan.
“Berbagai kebijakan ini nantinya akan bermuara pada ekspor menjadi tidak menarik, dan industri yang telah tumbuh dipastikan akan terus tumbuh," papar Rizal.
"Di sisi lain, secara ekonomis, industri yang dekat dengan bahan baku akan lebih menguntungkan,” pungkasnya.
Usulkan Pembentukan Organisasi Pengekspor Nikel
Sebelumnya, Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini mengusulkan pendirian organisasi negara-negara penghasil nikel seperti The Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Usulan ini muncul bukan tanpa alasan, Indonesia sebagai salah satu negara produsen nikel terbesar diyakini bakal memperoleh keuntungan lebih dari pembentukan organisasi ini. Terlebih, Indonesia saat ini tengah berfokus mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.