Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) dilakukan dengan mekanisme tripartit melalui Dewan Pengupahan yang terdiri atas pemerintah, pengusaha, dan buruh.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, karena itu, dirinya tidak mau ikut menangani atau "cawe-cawe" terkait penetapan UMP tahun 2023 oleh pemerintah daerah.
"Masalah UMP kita sudah ada mekanisme, saya tidak mau cawe-cawe mengenai UMP karena sudah ada tripartit, Dewan Pengupahan. Jadi, tidak benar kalau kita harus cawe-cawe," ujarnya di sela acara konferensi pers "Pra-Rapimnas 2022" di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Baca juga: UMP Sulsel 2023 Naik 6,9 Persen, Menjadi Rp 3.385.145, Berikut Dasar Penetapan dan Kenaikan UMK
Namun, Arsjad melihat ada dualisme dari sisi regulasi yakni lewat Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan terbaru yakni Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
"Ini berbahaya, membuat ketidakpastian hukum. Di sisi ini, waktu teman-teman dari asosiasi datang mau melakukan uji materi ya kami mendukung karena melihatnya dari perspektif hukumnya bahwa bisa terjadi ketidakpastian, yang akan mempengaruhi investor dan pelaku industri," katanya.
Kendati demikian, walaupun Kadin patuh terhadap mekanisme yang ada, tidak berarti setuju dengan hasil penetapan UMP tahun depan.
"Bukan menyetujui, tapi menghargai proses yang ada dan itu kan ada mekanisme, saya menghormati proses yang ada. Secara proses itu dilakukan oleh setiap daerah dalam Rapat Dewan Pengupahan, makanya kenapa saya tidak menyentuh hal tersebut, jika saya berbicara itu cawe-cawe, tidak boleh Kadin itu cawe-cawe suatu proses yang ada," pungkas Arsjad.