Laporan Wartawan Tribunnews, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Pemerintah mernaikan tarif cukai rokok rata rata sebesar 10 persen selama dua tahun berturut turut, pada periode 2023 dan 2024 mendapatkan kritikan dan penyesalan dari berbagai pihak terutama kalangan pelaku industri hasil tembakau (IHT).
Kebijakan yang diambil pada saat masih terjadi krisis ekonomi selain akan semakin berdampak pada pengurangan tenaga kerja, juga akan semakin menyusahkan pelaku ekonomi kecil khususnya UMKM (usaha mikro kecil dan menengah ) yang selama ini banyak jualan produk dari IHT.
Hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI ) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahminudin, peneliti ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) Imanina Eka Delilah, Ketua umum Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto dan Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachyudi kepada pers di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
“Pada saat angka pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0 - 5,3 persen, , maka setiap satu persen kenaikan cukai rokok, hal ini berpotensi menurunkan angka penjualan sigaret sebanyak 1,61 milyar batang," kata Ketua Umum APTI Provinsi NTB Sahmihuddin.
Dengan demikian, apabila kenaikan cukai rokok selama dua tahun berturut turut masing-masing rata rata sebesar 10 persen, berarti akan ada penurunan penjualan sigaret lebih dari 16,1 miliar batang.
"Kenaikkan cukai rokok yang terus-menerus dilakukan setiap tahun, tanpa mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi cukup ampuh buat menurunkan produksi sigaret bercukai atau rokok legal yang pada akhirnya banyak Perusahaan Rokok yang tutup atau mati,” kata Sahmihuddin.
Baca juga: Pemerintah: Tarif Cukai Rokok Dinaikkan 10 Persen untuk Tahun 2023 dan 2024
Sahminudin menegaskan, apabila perusahaan rokok banyak yang mati, selain menutup lapangan pekerjaan, menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di kalangan buruh atau pegawai industri rokok, juga semakin menyengsarakan petani tembakau yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dia mengatakan, saat ini terdapat sekitar 6 juta tenaga kerja di sekitar industri tembakau baik langsung maupun tidak langsung. Ketika setiap tahun pemerintah menaikan cukai rokok dengan angka yang sangat tinggi, jelas membuat perusahaan rokok perlahan lahan akan mati.
Baca juga: Anggota DPR Soroti Kenaikan Tarif Cukai Rokok, Misbakhun: Petani Jadi Korban
"Apakah pemerintah sudah siap menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja dari sektor IHT yang kehilangan pekerjaan,” tanya Sahmihudin.
Pendapat yang sama disampaikan doden FEB UB Imaninar Eka Delila. Menurutnya, setiap pemerintah menaikkan harga rokok, di mana konsumen rokok sebagian besar masih akan tetap mempertahankan konsumsi rokoknya, maka rokok berpotensi mendorong kenaikan angka inflasi di Indonesia.
Kedua, dengan adanya kenaikan harga rokok ketika terjadi kenaikan harga barang-barang lainnya, maka daya beli masyarakat akan turun, sehingga para perokok akan tetap merokok dengan beralih pada harga rokok yang lebih murah, bahkan rokok ilegal.
Baca juga: Cukai Rokok Naik, Arie Untung: Mungkin Ini Keputusan yang Baik
"Kenaikan harga rokok ketika daya beli masyarakat mengalami penurunan berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. kenaikan harga rokok yang saat ini telah melewati titik optimumnya dapat mengancam keberlangsungan IHT dan berdampak pada tenaga kerja yang terlibat di dalamnya dari hulu-hilir,” papar Imanina Eka Delila.
Ketua Gaprindo Benny Wachyudi menyampaikan, saat ini situasi ekonomi sedang benar benar mengalami kesulitan.