TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian pada 2023 diproyeksikan lebih menantang dibanding sepanjang 2022, terlebih ada prediksi resesi ekonomi global pada tahun depan.
Oleh sebab itu, para investor pasar modal diharapkan untuk tidak terlalu agresif dalam berinvestasi dan perlu meningkatkan perhatian terhadap kondisi makro ekonomi global.
Chief Economist Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, jika suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau The Fed kembali naik tahun depan, kemungkinan industri perbankan akan berhati-hati menyalurkan kredit.
Tanpa penyaluran kredit yang ideal, kata Budi, ekonomi diperkirakan sulit bergerak lebih gesit. Sehingga kemungkinan ekonomi melambat akan jauh lebih besar.
Baca juga: Hadapi Ancaman Resesi, Masyarakat Diimbau Naikkan Porsi Investasi Emas
Hal itu diperparah konflik geopolitik Ukraina dan Rusia, di mana pada tahun depan menurutnya harus terbiasa dengan kondisi ekonomi yang berhadapan dengan inflasi.
“Yang menarik, prospek ekonomi kemungkinan stagflasi. Tetapi prospek investasi belum tentu. Karena pasar modal selalu lebih dulu bergerak dari sektor riil. Investment strategy 2023 adalah living with inflation. Saran saya sebetulnya kalau kita bicara investasi jangan persempit hanya di saham, silakan pertimbangkan properti, ujar Budi yang ditulis Jumat (30/12/2022).
Ia menyebut, ketika akan menghadapi volatilitas tahun depan ada baiknya investor melangkapi aset kelasnya, dan yang paling menarik sepanjang tahun ini adalah dana asing yang keluar luar biasa besar pada instrumen investasi Surat Berharga Negara (SBN).
Adapun akhir tahun, dana asing pada SBN mulai marak masuk kembali.
“Ada baiknya kalau berpikir investasi, penting sekali, dan menurut saya asing akan masuk ke SBN dan saham kita (pada 2023)," katanya.
Budi juga mengatakan, kendati dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi, pihaknya masih optimistis melihat kondisi perekonomian tahun depan.
Sebab, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) rencananya dicabut pemerintah secara menyeluruh dan bisa lebih memutar roda perekonomian.
Dia mengutip data Bloomberg di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diproyeksi sekitar 4,9 persen dengan tingkat inflasi 4,3%.
Lebih lanjut Budi memproyeksikan Index Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun depan melalui tiga skenario.
Untuk base case ada pada level 7.550, untuk posisi bull menembus level 8.400 dan posisi bear pada level 6.750.
Founder of Kurikulumsaham Alex Sukandar mengatakan, dari sisi performa sepanjang 2022 foreign buy di pasar modal Indonesia mencapai sebesar Rp62,9 triliun.
Adapun sektor dengan perputaran modal asing terbesar adalah IDX Finance dan IDX Energy dengan foreign flow masing-masing Rp49,9 triliun dan Rp11,8 triliun.
Sektor-sektor yang sepanjang tahun ini bertumbuh di bursa saham adalah IDX Energy yang tumbuh 98,20%, IDX Industry 12,10%, IDX Health 6,73%, dan IDX Non Cyclic sebesar 6,26%.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023 Kian Nyata, Ekonom Ingatkan Bank Sentral Agar Perketat Kebijakan Makro
Ia merekomendasikan beberapa saham pilihan yang diproyeksikan berkilau tahun depan. Yaitu HRUM, PTBA, dan INDY di sektor energi. Juga BMRI, BBRI, BBCA di sektor keuangan.
Alex juga menyarankan investor berinvestasi pada mata uang asing.
“Kecenderungannya memang akan masih naik USD terhadap rupiah. Kalau untuk jangka panjang saya lebih memilih euro atau USD. Karena ini down trend-nya lumayan panjang banget," tuturnya.
Kemudian, Capital Market Practitioner Nandang Kuswara menyampaikan, sepanjang tahun ini kinerja IHSG cenderung baik dengan pertumbuhan secara year to date (ytd) sebesar 4,23%.
Dia membandingkan kinerja IHSG dengan bursa saham di negara lain yang terkoreksi. Seperti DJIF terkoreksi 8,81% secara ytd, FTSE 0,48%, HSI 15,93%, GSPC 20,31%, N225 10,47%, SSEC 16,24%, IXIC 33,83% dan GDAXI terkoreksi 13,15%.
Baca juga: Pengembang Properti dan Perbankan Tak Khawatir Hadapi Isu Resesi di 2023
Menurutnya, sentimen ekonomi global cukup mempengaruhi kondisi pasar modal Tanah Air.
Di sisi lain, dia pun merekomendasikan beberapa sektor di pasar modal yang menjanjikan tahun depan, yaitu sektor energi, indeks health, non-cyclic.
"Saya juga kemungkinan melihat di 2023 ini lebih ke non-cyclic, itu lebih ke consumer goods. Properti juga akan jadi salah satu yang menarik juga, apa lagi kalau untuk trading atau investasi jangka pendek mungkin bisa diperdagangkan cukup lumayan ya risk and reward-nya. Sedangkan untuk finance sendiri udah mulai turun performnya dibanding compositenya itu sendiri, ujarnya.