Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu memanfaatkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai upaya menggaet para pemodal dari luar negeri berinvestasi di sektor riil.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman mengatakan selama ini investasi asing seringkali menyasar pada sektor keuangan.
Ia menyebut Pemerintah perlu memanfaatkan Undang-undang ini agar Penanaman Modal Asing (PMA) bisa mengarah ke sektor riil.
Baca juga: UMKM di Maluku Utara Dapat Realisasi Kerja Sama Investasi Rp 700 Miliar
"Bagaimana supaya Pemerintah dengan Undang-undang ini bisa membangun PMA bisa langsung sektoril. Jangan sampai ke sektor keuangan dulu," kata Rizal ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (2/1/2023).
Ia mengatakan bila PMA banyak masuk ke sektor keuangan, akan membutuhkan transisi yang lebih lama lagi untuk masyarakat merasakan manfaatnya.
Apabila investasi masuk ke sektor riil seperti industri manufaktur, hal itu dapat langsung menggerakan para tenaga kerja.
"Apalagi kan kita ditargetkan supaya industri manufaktur juga terdorong pertumbuhannya melalui proses hilirisasi. Tenaga kerja juga terserap. Ya, mau tidak mau kan harus industri manufaktur yang bisa menyerap tenaga kerja," ujar Rizal.
Jadi, ia menilai Pemerintah harus mengorientasikan investasi melalui Perppu Cipta Kerja ke industri yang bisa menyerap tenaga kerja.
"Orientasikan investasi itu ke industri yang bisa menyerap tenaga kerja. Tidak hanya di capital intensive atau padat modal, tapi juga padat karya," kata Rizal.
Hilirisasi disebut penting dan menjadi bagian dari strategi pemerintah meningkatkan konsumsi rumah tangga melalui dorongan pemasukan atau upah.
"Upah ini pasti menyerap tenaga kerja, kan. Tenaga kerja yang banyak diserap itu dari sektor industri manufaktur," kata Rizal.
"Sehingga penyerapan tenaga kerja bisa lebih maksimal dan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi," ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Investasi Jadi Tren Gaya Hidup Kaum Urban, Stockbit Rilis Fitur Baru
Di kondisi sekarang yang satu persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap sekitar 300 ribu tenaga kerja, Rizal menilai angka itu mesti ditingkatkan.
"Dulu kita pernah satu persen pertumbuhan ekonomi mampu menyerap tenaga kerja hampir 800 sampai 900 ribu tenaga kerja. Itu basisnya dari industri manufaktur," ujarnya.
Selain itu, Perppu Cipta Kerja ini juga disebut olehnya harus melibatkan partisipasi publik agar implementasinya bisa lebih memberi dampak.
Sebab, dua tahun ke belakang Undang-undang Cipta Kerja banyak menuai kontroversi terkait minimnya peran dan partisipasi publik terhadap perumusannya.
Hal itu perlu dilakukan agar timbul kepercayaan dari publik.
Baca juga: IFG dan 8 BUMN Dana Pensiun Teken Kerjasama Pengelolaan Dana Investasi
"Ini kan terkait dengan kepercayaan publik. Ini juga membutuhkan kepercayaan dari sisi proses kemudian juga dari peran dan partisipasi publik," kata Rizal.
Sehingga kelak kepercayaan ini juga dapat dirasakan oleh investor maupun stakeholder yang berkaitan dengan tenaga kerja.
"Kepercayaan harus dibangun jauh lebih baik dari dua tahun terakhir ini. Apalagi Cipta Kerja ini dalam prosesnya banyak menuai kontroversi dan tentu berbeda kepercayaan yang terbangun," ujar Rizal.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Jokowi mengatakan Perppu tersebut untuk memberikan kepastian hukum dan kekosongan hukum yang salah satunya terkait investasi.
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Maju Mundur Rencana Investasi Tesla di RI
Ia menyebut pertumbuhan ekonomi 2023 sangat bergantung pada investasi, selain ekspor.
“Itu yang paling penting, karena ekonomi kita di 2023 akan sangat teergantung pada investasi dan ekspor,” pungkasnya.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah menerbitkan Perppu berkaitan Undang-Undang Cipta Kerja karena alasan mendesak.
"Hari ini telah diterbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022 tertanggal 30 desember 2022. Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak," Kata Airlangga di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Pemerintah menerbitkan Perppu sebagai antisipasi terhadap dinamika kondisi global mulai dari ancaman resesi, inflasi, stagflasi, dan lainnya.
Belum lagi ancaman krisis keuangan yang menyebabkan sejumlah negara berkembang meminta bantuan pendanaan dari IMF.
Airlangga mengatakan diterbitkannya Perppu juga sebagai bentuk kepastian hukum dari Undang-undang Cipta Kerja.
Putusan MK mengenai UU Cipta Kerja sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha baik itu di dalam negeri maupun luar negeri.
"Sehingga tentunya dengan keluarnya Perppu nomor 2 tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK," ujarnya.