News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Truk ODOL Dilarang Menyeberang di Pelabuhan Merak-Bakauheni, Pengusaha dan Sopir Menjerit

Penulis: Lita Febriani
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pelabuhan Merak di Cilegon, Banten. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mengumumkan mulai 2 Januari 2023 akan ada pelarangan terkait kendaraan kategori Over Dimension Over Load (ODOL).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mengumumkan mulai 2 Januari 2023 akan ada pelarangan terkait kendaraan kategori Over Dimension Over Load (ODOL).

Per Senin kendaraan kategori Over Dimension Over Load (ODOL) dengan berat lebih dari 50 ton tidak diperkenankan memasuki area Pelabuhan Merak dan Bakauheni.

Pelarangan itu sesuai dengan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 103 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Pengendalian Kendaraan yang Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan.

Baca juga: KNKT: Truk ODOL Bisa Bahayakan Angkutan Penyeberangan

ASDP memang sudah menyatakan akan menolak memberikan layanan penyeberangan terhadap kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau terindikasi Over Dimension dan Over Loading (ODOL).

Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi menyampaikan, pihaknya akan memperketat kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau membawa muatan berlebih di pelabuhan penyeberangan.

"Kendaraan dengan muatan berlebih apalagi sampai terindikasi ODOL sangat membahayakan keselamatan pelayaran," ucap Ira, Senin (2/1/2023).

ASDP bersama petugas Otoritas Pelabuhan dan aparat terkait di lapangan memastikan tidak akan melayani kendaraan ODOL menyeberang. Terlebih, kondisi cuaca di sejumlah lintas penyeberangan sedang cukup ekstrem dan dapat berdampak pada pergerakan kapal saat proses sandar ataupun berlayar.

Ira juga mengimbau kepada para pengusaha/pemilik barang dapat bekerjasama mematuhi aturan agar tidak membawa muatan yang tidak sesuai ketentuan. Sehingga dapat membahayakan keselamatan banyak pihak.

Ira menambahkan, manajemen ASDP akan meningkatkan kerjasama bersama aparat dan stakeholder terkait dalam pengetatan kendaraan bermuatan lebih agar tidak dapat masuk ke kapal.

Baca juga: ASDP Perketat Truk ODOL di Jasa Angkutan Penyeberangan

ASDP meminta seluruh pengguna jasa kapal ferry khususnya lintasan tersibuk, Merak - Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk agar tetap berhati-hati saat melakukan penyeberangan.

Serta, mewaspadai cuaca buruk dan pastikan kondisi stamina dan kendaraan agar tetap sehat dan prima.

Terkait hal tersebut Sekjen Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia(Aptrindo), Kyatmadja Lookman mengatakan kebijakan larangan truk ODOL tersebut bakal menyebabkan beban biaya yang tinggi akibat beratnya muatan akan berkurang.

Selain itu tidak ada juga pertambahan kenaikan keuntungan yang didapat baik dari perusahaan penyedia jasa truk maupun pengemudi. Selama ini kata Lookman keuntungan ada di kisaran 6 hingga 8 persen saja.

"Tujuh persen saja sudah untung-untungan," ujar Lookman saat berbincang dengan Tribun kemarin.

Lookman juga menjelaskan saat larangan ODOL diterapkan persentase kenaikan keuntungan tidak ada hanya memang jumlah frekuensi pengiriman akan bertambah.

Pengemudi juga akan diuntungkan dengan bertambahnya ritase. Ditambah lagi masyarakat juga diuntungkan dengan tingkat kerusakan jalan yang rendah, kecelakaan berkurang, keselamatan meningkat serta kemacetan menurun.

"Pengemudi juga tidak menikmati kenaikan harga BBM kemarin karena pelanggan hanya mampu membayar kenaikan harga BBM saja. Tapi itu akan diminta kembali penyesuaian oleh pelanggan karena muatan yang lebih ringan. Jadi saya rasa tidak akan menambah kenaikan keuntungan," ujar Lookman.

Kendati demikian lanjut Lookman pihaknya mendukung larangan ODOL tersebut. Karena kata dia armada truk yang ada bisa awet dan tidak mudah rusak serta keselamatan bisa lebih terjamin.

"Sopir juga mengemudikan kendaraan dengan lebih aman," ujarnya.

Baca juga: Mulai 2 Januari, Truk ODOL Seberat 50 Ton Lebih Dilarang Masuk Pelabuhan Merak dan Bakauheni

Saat ditanya apakah dengan adanya larangan ODOL armada truk akan ditambah, Lookman mengatakan justru saat ini ketersediaan armada truk oversupply imbas pandemi covid-19.

Diketahui menurut data BPS 2020 jumlah truk di Indonesia saat ini diatas 5 juta unit. "Kalau ODOL diberlakukan seharusnya para pengusaha truk ini siap," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto memperkirakan kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) diterapkan awal tahun 2023 ini akan menyebabkan ongkos angkut barang naik sebesar 240 persen. Kenaikan ongkos angkut sebesar ini otomatis akan mempengaruhi juga harga jual keramik ke konsumen yang diperkirakan minimal sebesar 20% sampai 25%.

“Kajian internal di ASAKI berkaitan dampak penerapan Zero ODOL yang nanti akan direncanakan di tahun depan. Kami sudah menghitung dengan jumlah muat keramik yang harus turun 70 persen akibat ODOL ini akan mengakibatkan ongkos angkut naik sekitar 240 persen,” ujarnya.

Menurutnya, yang nantinya ikut terbebani akibat kenaikan ongkos angkut itu adalah para konsumen dan dari hitung-hitungan yang sudah dilakukan ASAKI, kenaikan ongkos kirim sebesar 240 persen akan memicu naiknya harga jual ke konsumen minimal sebesar 20% hingga 25%.

“Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kemampuan daya beli masyarakat terhadap rencana kenaikan harga jual produk keramik tersebut? Apalagi di tengah ekonomi yang lagi sulit saat ini akibat pandemi,” cetusnya.

Tidak hanya itu, kata Edy, kenaikan harga jual keramik yang jelas juga akan berpengaruh terhadap harga produk properti yang pada ujungnya akan mempengaruhi inflasi dan penjualan di industri. Sebagai informasi, saat pemerintah menaikkan PPN 11% di bulan April dan harga BBM di September 2022 ini, industri keramik yang hanya menaikkan harga sebesar 3-5 persen saja, itu sudah menurunkan daya beli masyarakat.

“Kenapa? Karena keramik bukan barang primer, ini adalah barang tersier. Jadi, pada November lalu harga jual produk keramik kami turunkan lebih dari 5% lebih besar daripada kenaikan sebelumnya, karena hanya ingin mengimbangi daya beli masyarakat. Apalagi utilisasi kapasitas nasional keramik ini sudah mengalami penurunan pada awal tahun 2022 lalu,” tuturnya.

“Saat ini kami sudah sangat positif dan bersemangat, di mana utilisasi bisa meningkat dari 75 persen ke 85 persen di Q1 tahun 2002. Tapi saat ini, kapasitas kami kembali turun menjadi 74 persen. Jadi, bagaimana posisi daya saing industri keramik kita nanti kalau masih ditambah dengan penerapan Zero ODOL di tahun 2023? Ini menjadi satu kekhawatiran kami,” tambah Edy.

Baca juga: Kemenhub: Target Zero ODOL 2023 Tetap Berjalan! KPBB Usulkan Bisa Dimulai dari Transportasi AMDK

Dia memaparkan dengan kondisi sebelum diterapkan Zero ODOL di mana mayoritas pabrik keramik saat ini berada di Jawa bagian Barat dari Jakarta. Jika penjualan produk dilakukan ke arah Jawa Timur contohnya di kota Surabaya, itu harganya berkisar Rp 5 per meter persegi (M2) atau per box.

Dengan Zero ODOL, di mana ada kenaikan 20% sampai 25%, itu artinya harga per M2 akan meningkat menjadi Rp 7.000. Sementara, untuk produk impor, data per Desember 2022 ini, ongkos angkut 20 feet container dari Cina Selatan ke Jakarta Kota (Tanjung Priok) maupun ke Semarang (Tanjung Emas) dan Surabaya (Tanjung Perak), itu hanya 215 dolar AS per container.

Jika dibagi dengan jumlah muatannya 1.900 M2 per 20 feet container, ongkos angkut dari China sampai ke sentralnya di Indonesia, itu hanya Rp 1.800 per M2. Begitu juga dari India, 1 container 20 feet itu biayanya hanya 300 dolar AS, dan jika dibagi per M2 itu hanya Rp 2.600.

“Jadi, betapa jomplangnya atau mahalnya biaya logistik kita. Sebagai contoh, kontainer 20 feet dari Jakarta ke Medan biayanya mencapai Rp 13,5 juta atau kurang lebih Rp 7.500 per meter persegi sebelum adanya Zero ODOL. Jadi, dari sisi ongkos angkut atau biaya logistik saja kita sudah sangat mahal dan kita ini tidak berdaya saing jika kita bandingkan dengan barang dari luar negeri,” ungkapnya.

Industri keramik sudah memasuki zona ekspansi setelah pemerintah
memberikan insentif. Menurutnya, sudah ada beberapa industri yang melakukan ekspansi kapasitas baru.

Untuk tahun 2022 sampai 2024 diperkirakan ada sekitar 75 juta M2 kapasitas baru yang akan menyerap kurang lebih investasi sekitar Rp 20 triliun dan akan menyerap kurang lebih 10.000 tenaga kerja baru selain 150.000 karyawan yang saat ini bekerja di sektor industri keramik.
“Yang kami khawatirkan penerapan Zero ODOL ini akan membuat
iklim investasi semakin menurun. Kami khawatir terjadi pengalihan investasi keramik ini ke regional sekitar kita, terutama yang hari ini yang paling berdaya saing adalah di Vietnam,” tukasnya.

Dia juga mengkhawatirkan kebijakan Zero ODOL ini akan mengganggu kelancaran arus barang yang tidak bisa terkirim dengan baik, yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. “Sehingga, dari beberapa kajian kami, kami kembali lagi meminta perhatian daripada pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan untuk menunda pelaksanaan Zero ODOL ini sampai di tahun 2025,” katanya.

Baca juga: Pengusaha Minta Aturan ODOL Diundur ke 2025, Menperin: Masih dalam Pembicaraan

Dianggap Berbahaya

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah sejak tahun 2019 sudah menyoroti permasalahan ODOL dengan mengeluarkan masukan kepada beberapa instansi diantaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian dan Sekretariat Kabinet. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, menyatakan pelaksanaan kebijakan ini harus dilaksanakan secara komprehensif dan butuh koordinasi dengan segala pihak.

"ODOL ini menurut saya tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan. Saya melihat ada keterlibatan dengan kementerian-kementerian lainnya, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, bahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga berpartisipasi dalam kaitannya dengan edukasi pada masyarakat. Dalam implementasinya tentunya tidak bisa dilaksanakan serta merta karena akan berpengaruh pada sektor-sektor yang lain. Harus ada tahapan-tahapan pelaksanaannya," tutur Soerjanto.

Dari sisi keselamatan transportasi, KNKT melihat pengoperasian truk ODOL ini selain berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalan raya, ternyata juga membahayakan angkutan penyeberangan. Catatan KNKT, ditemukan beberapa kecelakaan yang menjadikan kendaraan ODOL sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di kapal.

Beberapa kecelakaan tersebut diantaranya tenggelamnya kapal Windu Karsa di Perairan Kolaka pada 27 Agustus 2011 dan tenggelamnya Rafelia 2 di perairan Selat Bali, pada 4 Maret 2016. Lalu, kandas dan Tenggelamnya kapal Lestari Maju di perairan Selat Selayar, 3 Juli 2017 dan patahnya pintu rampa Nusa Putra di Merak, 27 Desember 2018.

Tenggelamnya kapal BILI, Sungai Sambas pada 20 Februari 2021, tenggelamnya kapal Yunicee di Perairan Selat Bali saat 29 Juni 2021 dan kejadian terakhir adalah terbaliknya Satya Kencana III, di Pelabuhan Kumai, 19 Oktober 2022.

Baca juga: Mulai 2 Januari, Truk ODOL Seberat 50 Ton Lebih Dilarang Masuk Pelabuhan Merak dan Bakauheni

Dalam kasus tenggelamnya Kapal Yunicee yang mengakibatkan korban meninggal 11 (sebelas) orang meninggal dan 13 orang hilang, ditemukan faktor yang berkontribusi adalah saat kapal bertolak dari pelabuhan penyeberangan Ketapang, jumlah muatan telah melebihi kapasitas (overload), sehingga benaman kapal (draft) mendekati geladak kendaraan.

Temuan KNKT dalam proses investigasi jumlah muatan berlebih tersebut juga diakibatkan dari pengangkutan truk ODOL. "ODOL ini bisa dikatakan sudah menyebabkan korban jiwa selain kerusakan sarana dan prasarana. Saya sendiri melihat ini tidak bisa diselesaikan secara singkat, yang terpenting roadmap Zero ODOL selama lima tahun kedepan dilaksanakan secara konsisten," ungkap Soerjanto.

Pengaruh ODOL terhadap angkutan penyeberangan ini sendiri bila dikaitkan dengan sarana yang ada ternyata juga sangat berkaitan. Keberadaan ODOL di kapal berpotensi menyebabkan kerusakan pada struktur pintu rampa, geladak kapal dan juga nosel alat pemadam.

Tinggi muatan juga bisa menyebabkan radius sprinkler sembur menjadi tidak efektif dan yang tak kalah membahayakannya adalah jarak antar kendaraan di geladak kendaraan semakin pendek. Hal ini menyebabkan kesulitan akses bagi awak kapal pada saat melakukan penanganan kebakaran.

Dari sisi angkutan penyeberangan dalam hal ini kapal angkutan ODOL akan mempengaruhi berkurangnya kemampuan daya angkut kapal dari sisi jumlah unit kendaraan yang masuk. Pada garis sarat yang sama, jumlah unit kendaraan berkurang karena berat kendaraan per-unit sudah melebihi batas.

Baca juga: KNKT: Truk ODOL Bisa Bahayakan Angkutan Penyeberangan

Meningkatnya dimensi kendaraan membuat kapasitas angkut ruangan geladak kendaraan semakin berkurang. Selain itu pemuatan kendaraan di atas geladak menjadi semakin rumit dikarenakan ukuran kendaraan yang semakin besar. Akibat dari kondisi ini, operasional di pelabuhan akan semakin lama.

Terkait dengan keselamatan kapal, kecenderungan pemuatan kapal melewati garis sarat maksimum menyebabkan berbagai gangguan pada operasional kapal diantaranya olah gerak (terutama pada saat cuaca buruk), stabilitas kapal, meningkatnyakemungkinan untuk gelombang masuk ke dalam kendaraan.

"Di lapangan truk ODOL cenderung melindungi muatannya dengan penutup berlapis. Hal ini menyebabkan pengawasan terhadap isi muatan mejadi semakin sulit. Ditambah dengan tidak adanya deklarasi secara akurat manifest muatan yang dibawa kendaraan ODOL," kata Soerjanto. (Tribun Network/eko/lta/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini