"Jadi kalau kita lihat, biasanya itu mobil box itu kalau kita buka box di dalamnya tangki-tangki untuk menampung BBM bersubsidi," ucap Erika.
"Atau bisa juga kita sering ketemu truk yang atasnya ditutup terpal gitu ya, didalamnya banyak drum minyak solar bersubsidi. Itu beberapa apa kasus yang sering kita jumpai itu ya," sambungnya.
Baca juga: VIDEO BPH Migas Ungkap Modus Penyalahgunaan BBM Bersubsidi: Palsukan Rekomendasi
Kemudian, lanjut Erika, pihaknya kerap menemukan penyalahgunaan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi terkait, justru digunakan untuk menimbun BBM bersubsidi.
"Jadi biasanya mereka bisa memalsukan ataupun yang menggunakannya itu bukan yang berhak. Tapi dia punya surat rekomendasi nya, itu nggak bisa beli di SPBU dengan jerigen-jerigen biasanya seperti itu," ungkapnya.
Erika menegaskan, para oknum yang melakukan penyalahgunaan BBM bersubsidi bakal dikenakan sanksi pidana selama 6 tahun atau denda sebesar Rp 60 miliar.
"Kami juga ingin mengingatkan ya, adanya sanksi pidana terhadap penyalahgunaan BBM ini. Jadi sanksi yang bisa diberikan terhadap pelanggaran penyalahgunaan BBM tersebut, yaitu sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan juga denda paling tinggi Rp 60 miliar," ungkapnya.
Sistem penyaluran BBM bersubsidi belum optimal
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati mengaku, sistem pengawasan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih belum optimal.
Hal tersebut menjadi faktor atas penyalahgunaan BBM bersubsidi yang terjadi selama tahun 2022.
"Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi ini, salah satunya sistem pengendalian dan pengawasan dalam pendistribusian BBM solar bersubsidi ini, yang kami akui masih belum optimal," kata Erika di Gedung BPH Migas, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Peduli Rakyat, Alasan Presiden Jokowi Turunkan Harga BBM
Erika berujar, faktor lain yaitu adanya disparitas harga antara solar bersubsidi dengan solar yang digunakan untuk industri. Hal itu dilihat berdasarkan harga penjualan solar yang ditetapkan pemerintah lebih murah dibandingkan harga dipasaran.
"Jadi sebagaimana kita ketahui harga untuk solar subsidi itu sudah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 6.800, sementara di pasaran sekarang harga solar untuk industri itu berkisar di angka Rp 20.000," ungkap Erika.
"Jadi angka selisihnya itu sangat besar dan ini juga salah satu yang menimbulkan keinginan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penyalahgunaan BBM bersubsidi," sambungnya.
Terlebih, permintaan solar untuk industri dinilai sangat besar utamanya penggunaan solar yang dipergunakan bagi pelabuhan.