TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyoroti Provinsi Aceh masih menghadapi beberapa tantangan dalam hal investasi.
Hal itu dikatakan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam webinar The Most Prestigious Economic Forum in Aceh, Rabu (25/1/2023).
Menurut Bahlil, postur investasi di Aceh tidak jauh berbeda dengan Papua dengan kekhususannya.
“Ini jujur ini, saya tidak mau ngomong di depan orang tua saya ini hanya membuat pemanis tapi yang datang itu adalah memang investasi yang dari Korea, Jepang, Eropa, Amerika, China, Hongkong, mereka yang agresif,” ungkap Bahlil.
Baca juga: Peningkatan Investasi Jadi Kunci Agar Target Pemerintah Soal Energi Terbarukan Bisa Tercapai
Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) ini menilai kondisi ini tidak sejalan dengan prospek RI dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Bahlil mengatakan akan berupaya mendorong negara-negara kawasan Timur Tengah agar menanamkan modal di Aceh.
"Pemerintah telah membahas investasi yang berasal dari Timur Tengah khususnya Uni Emirat Arab terkait Kawasan Industri KEK Arun, untuk membangun kawasan pariwisata halal tetapi investasi tersebut secara tiba-tiba memberikan pertimbangan," urainya.
Menteri Investasi memandang hal ini menjadi pekerjaan bersama terutama mendongkrak masuknya investasi di Provinsi Aceh yang nilainya turun menjadi Rp6,2 triliun di 2022.
Bahlil juga akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk mencari formulasi baru agar kawasan Timur Tengah tersebut seperti, Qatar dan Uni Emirat Arab berminat untuk investasi di Aceh.
Kementerian Investasi, lanjut Bahlil, berencana mengaktifkan pabrik pupuk yang ada di Aceh kepada Menteri BUMN setelah sebelumnya terhambat oleh persoalan izin gas.
“Kemarin alasannya gas, tapi gasnya sekarang sudah diberikan izin oleh bapak Menteri ESDM untuk mengambil gas dari luar dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Artinya dalam rangka kebutuhan pabrik pupuk itu tetap dilakukan,” ujar Bahlil.
Kementerian Investasi mencatat realisasi investasi Provinsi Aceh menempati peringkat ke-27 dari 34 provinsi.
Angka tersebut justru menurun dari tahun sebelumnya yang tercatat Rp10,9 triliun.
Sedangkan, untuk lima besar sektor penanaman modal asing (PMA) di Provinsi Aceh tercatat listrik, gas, dan air sebesar 360,2 juta dolar AS, hotel dan restoran 72,7 juta dolar AS, transportasi, gudang dan telekomunikasi 63,6 juta dolar AS, tanaman pangan dan perkebunan 62,4 juta dolar AS, dan pertambangan 7,8 juta dolar AS.