TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung kasus Indosurya hingga Asabri pada sambutannya dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2023, Senin (6/2/2023) di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Tak hanya dua kasus itu, Jokowi juga menyingung kasus Jiwasraya, Asuransi Bumiputera, dan Wanaartha.
Jokowi menyebut, berkaca dari kasus itu, dirinya meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan produk asuransi, investasi hingga umrah yang ditawarkan harus aman dan tidak merugikan bagi masyarakat.
Bukan tanpa alasan, Jokowi mengungkapkan banyak korban menangis akibat mengalami kerugian buntut kasus investasi tersebut.
Hal ini diketahui Jokowi ketika melakukan kunjungan ke sejumlah lokasi.
"Indosurya, Wanaartha, unit link. Ini harus mikro satu-satu diikuti karena rakyat yang nangis, rakyat itu hanya minta satu; duit saya balik, uang saya balik."
Baca juga: Mencari Keadilan Publik di Kasus Indosurya Sekaligus Menjaga Marwah MA
"Karena waktu saya ke Tanah Abang, (korban) menangis semua karena banyak yang kena itu. Waktu di Imlek juga sama, nangis-nangis itu juga, di Surabaya nangis-nangis itu juga," tuturnya, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Jokowi juga meminta OJK untuk menjalankan fungsi pengawasan ke industri jasa keuangan dengan lebih detail demi terlindungnya masyarakat dari produk-produk investasi yang merugikan.
Hal itu, sambungnya, agar masyarakat tetap menaruh kepercayaan terhadap industri jasa keuangan.
Namun, jika OJK tidak melakukan fungsi pengawasan dengan ketat, maka akan berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia.
Mantan Wali Kota Solo itu pun mengambil contoh kasus miliarder asal India, Gautam Adani, yang harus kehilangan hartanya hingga Rp 1.800 trilun hanya dalam sepekan.
Hilangnya harta Gautam tersebut buntut laporan Hindenburg Research yang dirilis pada 24 Januari 2023.
Berdasarkan laporan tersebut, perusahaan milik Gautam dinyatakan telah melakukan penipuan dan manipulasi saham.
Dengan peristiwa tersebut, Jokowi pun menyoroti hilangnya seperempat Produk Domestik Bruto (PDB) buntut lenyapnya harta Gautam sebesar Rp 1.800 triliun.