TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penawaran umum perdana atau Initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) bukan privatisasi.
Pasalnya, hanya sebagian kecil saham PGE yang dilepas di bursa saham, sehingga pengendalian operasi PGE masih di tangan Pertamina.
Demikian ditegaskan anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade.
“Bukan. Ini bukan privatisasi. Saham yang dilepas ke publik kan hanya sekitar 25 persen sehingga kepemilikan terbesar masih di tangan Pertamina. Kendali operasi terhadap PGE juga masih di bawah BUMN tersebut,” jelas Andre di Jakarta hari ini (8/2/2023).
Baca juga: Resmi Melantai di Bursa, ISRX Gunakan 78,57 Persen Dana IPO Buat Modal Kerja
Begitu pun Andre memastikan bahwa Komisi VI tetap melakukan pengawasan terhadap proses IPO PGE.
Melalui pengawasan tersebut, diharapkan proses berjalan sebagaimana mestinya, termasuk proporsi saham yang dilepas kepada publik.
“Sesuai fungsinya, tentu saja Komisi VI DPR akan tetap melakukan pengawasan,” tegasnya.
Di sisi lain Andre mengatakan, bahwa IPO memang dibutuhkan. Sebab, investasi panas bumi memang sangat mahal.
Melalui IPO, PGE akan memperolah dana besar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja, bukan dalam bentuk pinjaman.
Dengan demikian pula, tidak ada kewajiban PGE untuk mengembalikan dana tersebut.
IPO, menurut Andre, merupakan mekanisme yang lazim dilakukan perusahaan dan sudah banyak contoh success story, baik di Indonesia maupun di dunia.
Dalam konteksi ini, lanjutnya, IPO akan memiliki banyak manfaat. Tidak hanya untuk perusahaan, tetapi juga untuk Negara dan masyarakat. “Jadi, sebenarnya IPO memang memiliki banyak benefit,” kata dia.
Dengan IPO, jelas Andre, masyarakat akan berpeluang memiliki saham. Dan di sisi lain, PGE sebagai perusahaan terbuka wajib memenuhi prinsip keterbukaan kepada publik. “Hal ini akan mendorong penerapan Good Corporate Governance.
Di dalamnya termasuk prinsip transparansi dan akuntabilitas, yakni menjadikakan PGE lebih baik dan tentu akan berdampak pada peningkatan citra perusahaan,” urai Andre.