TRIBUNNEWS.COM -- Penemuan sebanyak 500 ton atau 555.000 liter minyak goreng bersubsidi Minyakita membuat curiga bahwa barang tersebut sengaja ditimbun.
Minyak goreng tersebut ditemukan menumpuk di salah satu gudang perusahaan di lahan Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (7/2/2023).
Perusahan tersebut adalah PT Bina Karya Prima (BKP).
Baca juga: Stok di Agen Habis, Pedagang di Pasar Minggu Sudah Dua Pekan Tidak Jual Minyakita
Keterangan yang diperoleh, minyak tersebut telah diproduksi sejak Desember 2022 lalu, namun belum didistribusikan di saat masyarakat membutuhkannya.
Hingga Februari 2023, minyak goreng subsidi tersebut nyatanya belum didistribusikan. Padahal, saat ini Minyakita sedang mengalami kelangkaan di pasar-pasar tradisional.
Soal dugaan penumpukan minyak goreng berubsidi itu, manajemen PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) angkat bicara.
"Kami hanya menyewakan lahan yang dijadikan gudang oleh PT BKP dan tidak ikut serta dalam operasionalnya," tutur manajemen dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (9/2/2023).
Manajemen menjelaskan, PT KBN merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang merupakan anggota dari holding Danareksa yang mengelola kawasan industri di Jakarta Utara.
Berdasarkan keterangan resmi itu, KBN mengelola kawasan industri seperti di kawasan Cakung, Marunda, dan Tanjung Priok.
Adapun luas area keseluruhan mencapai kurang lebih seluas 600 hektare.
Baca juga: Stok di Agen Habis, Pedagang di Pasar Minggu Sudah Dua Pekan Tidak Jual Minyakita
"Serta terkoneksi dengan akses jalan tol dua arah yang terintegrasi dengan pelabuhan domestik maupun internasional," tutur tulis manajemen.
Salah satu lokasi lahan milik KBN, yaitu di Marunda memiliki kurang lebih 400 hektare, berstatus berikat dan non berikat.
Di atas lahan tersebut, disediakan bangunan pabrik, gudang, depo kontainer, lahan industri hingga pelabuhan.
"Situasi terakhir saat ini, isu indikasi penimbunan minyak subsidi tersebut telah dibantah oleh Satgas Pangan Bareskrim," tutur manajemen.
Menurut keterangan manajemen, kepolisian sudah menyatakan Minyakita tidak ditimbun di lahan milik KBN itu.
Baca juga: 500 Ton MinyaKita Ditemukan Menumpuk di Gudang Kawasan KBN Marunda, Cilincing
Minyak goreng itu belum didistribusikan karena BKP belum mendapatkan domestic market obligation (DMO).
Ratusan ton minyak goreng itu pun kemudian disegel oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kementerian Perdagangan.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Whisnu Hermawan mengatakan, sudah lebih dari satu bulan pascaproduksi, 500 ton minyak goreng tersebut belum disalurkan.
Seiring temuan 500 ton Minyakita di dalam gudang PT BKP, Satgas Pangan Bareskrim Polri langsung melakukan penyelidikan atas dugaan penimbunan dengan sengaja.
"Seharusnya cepat dan segera saat diproduksi, pokoknya segera. Karena kita punya DMO 300 ribu ton sebulan," kata Whisnu.
Baca juga: Minyakita Langka, Tapi Pengusaha Warteg Tak Mau Naikkan Harga Menu Makanan, Ini Pilihannya
Sejauh ini, Whisnu melanjutkan, PT BKP sebagai produsen dominan minyak goreng subsidi mengaku tak kunjung mendistribusikan 500 ton Minyakita tersebut karena belum menerima DMO.
"Ini salah satu produsen minyak goreng kita yang cukup banyak 70 persen. (Alasan 500 ton Minyakita belum didistribusikan) masih kami dalami," ucap Whisnu.
Pedagang Putusa Asa Mencari
Sementara pedagang Minyakita di Pasar Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan mengaku telah putus asa mencari mencari minyak goreng bersubsidi tersebut.
Menurut pengakuan seorang pedagang bernama Murni, stok Minyakita sudah susah ditemui sejak sebulan lalu.
Ia mengaku sudah tak menjual minyak goreng curah tersebut lantaran stoknya tidak pernah ada.
"Minyakita langka. Kita cuma dijanji-janjikan saja (akan ada kembali). Padahal enggak ada," katanya kepada Tribunnews, Rabu (8/2/2023).
Pengakuan serupa turut dikemukakan oleh pedagang lain yang enggan menyebutkan namanya.
"Minyakita enggak ada. Tidak usah dicari-cari lagi. Sudah empat bulan enggak datang," katanya.
Bahkan, ia mengaku sudah tak peduli lagi dengan keberadaan Minyakita.
Baca juga: Harga Beras Premiun dan Medium Kompak Naik, MinyaKita Mengikuti
"Saya sekarang sudah tidak peduli. Ngapain saya pikirin. Saya pilih yang jelas-jelas saja. Tak perlu cari-cari yang enggak ada," ujarnya.
Kalaupun ada, ia akan menjualnya seharga Rp 16 ribu per liter. Sebab, saat membeli dari sales-nya, harganya sudah dibanderol sebesar Rp 13.750 per liter.
"Makanya saya enggak suka itu ada label HET Rp 14 ribu. Sales-nya saja jualnya Rp 13.750. Untung Rp 250? Mau dapat apaan?" Kata dia.
Pantauan Tribunnews di lokasi, sejumlah toko sudah tak terlihat lagi ada yang menjual Minyakita. Mereka lebih banyak menjual minyak goreng merek lain.
Sebelumnya, kelangkaan ini sudah sempat diakui oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Ia menyebut hal ini disebabkan oleh permintaan konsumen yang meningkat.
"Kenapa langka? MinyaKita (harganya) paling murah. Kalau biasanya ibu-ibu beli minyak brand, sekarang belinya Minyakita karena harga murah dengan kualitas bagus," katanya, Senin (6/2/2023) dikutip dari Surya.co.id.
Tak hanya di pasar tradisional, kebutuhan Minyakita juga meningkat di Supermarket. "Ibu yang biasa beli di Supermarket, belinya juga Minyakita," ujarnya.
Ketersediaan semakin langka setelah MinyaKita juga dijual bebas secara daring (online). "Banyak yang borong. Akibatnya, (stok) di pasar kurang," katanya.
Atas sejumlah permasalahan tersebut, pihaknya telah memetakan beberapa solusi.
Di antaranya, dengan membatasi pembelian dalam jumlah besar hingga melarang penjualan secara online.
"Jualan online nggak boleh lagi. Sebab, kalau online, (pembeli) borong. Bisa sampai 10 ribu liter. Kan repot kita," katanya.
Selain itu, mekanisme pembelian juga akan diperketat. "Belinya harus ke pasar dan harus memakai KTP seperti dulu lagi. Sehingga tak ada yang borong lagi," katanya. (Tribunnews.com/Kompas.com)