TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat disebut perlu diberikan pemahaman yang jelas terkait pengaturan harga BBM nonsubsidi atau non-public service obligation (PSO) yang dijual badan usaha terutama yang dijual PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Subholding Commercial and Trading Pertamina.
Hal itu penting agar pemerintah dan badan usaha bisa menjalankan amanat aturan yang sudah ditetapkan yakni memberikan hak kepada badan usaha untuk menentukan harga BBM nonsubsidi floating atau sesuai dengan keekonomian pasar.
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai masyarakat lama-lama akan terbiasa dengan penyesuaian harga BBM nonsubsidi.
"Sebenarnya ini justru menguntungkan masyarakat karena ada penyesuaian harga lebih cepat dalam konteks harga minyak mentah rendah," kata Bhima ditulis Minggu (12/2/2023).
Baca juga: Harga BBM Pertamina Hari Ini, Minggu 12 Februari 2023: Pertalite, Solar hingga Pertamax Turbo
Agar kebiasaan menghadapi harga BBM yang fluktuatif itu ada di tengah masyarakat, lanjut Bhima, menjadi tugas Pertamina dan Pemerintah untuk sosialisasikan secara masif beserta formulasi yang transparan.
Pemanfaatan teknologi informasi maupun media sosial harusnya bisa lebih ditingkatkan. Kendati sudah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terkadang masyarakat dibingungkan dengan cara penghitungan harga BBM.
"Idealnya, ada website untuk pengumuman formulasi, variabel seperti level nilai tukar yang digunakan, harga acuan BBM Singapura, dan sebagainya," ujar Bhima.
Hingga saat ini, Pertamina adalah badan usaha terbesar yang mendistribusikan dua jenis BBM, yaitu subsidi (PSO) dan nonsubsidi (non-PSO).
BBM PSO adalah minyak tanah dan Pertalite. Sedangkan BBM yang masuk kategori non-PSO adalah Pertamax Series seperti Pertamax, Pertamax Turbo, serta Dexlite dan Pertamina Dex.
Ada banyak variabel yang menentukan harga BBM, termasuk BBM nonsubsidi, antara lain harga minyak dunia, rata-rata produk minyak olahan Mean of Platts Singapore (MOPS/Argus), inflasi, dan kurs rupiah. Fluktuasi minyak dunia bahkan harian sehingga harga BBM nonsubsidi harus sesuai angka kekonomian.
Fahmy Radhi, Pengamanat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, menilai ide untuk mengevaluasi harga BBM nonsubsidi mengikuti harga keeknomian pasar yang terus bergerak sangat tepat untuk diterapkan.
Hal ini dinilai wajar dalam dunia bisnis dan tidak ada yang dilanggar selama memang yang diatur memang tidak disubsidi oleh pemerintah.
Dia menjelaskan, pengguna BBM nonsubsidi sebagian besar adalan kalangan menengah ke atas. Selain itu, dengan dibiarkan floating tidak akan ada perubahan harga drastis yang justru mengejutkan masyarakat.
Misalnya jika tiba-tiba harga minyak dunia naik tapi harga ditahan dan baru dua atau tiga bulan kemudian naik signifikan masyarakat pasti akan terkejut.