TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar ekonomi bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Mudrajad Kuncoro menilai positif penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energi (PGE). Pasalnya, kondisi keuangan PGE memang baik.
“Kondisi keuangan PGE bagus, laba kondisinya. Untuk melihat korporasi melakukan IPO, memang harus dicek terlebih dahulu laporan keuangannya dalam dua tahun terakhir,” kata Mudrajad kepada media ditulis Rabu (15/2/2023).
Mudrajad menjelaskan, bagi perusahaan dengan kondisi keuangan baik, maka IPO dimaksudkan untuk menambah modal dan melakukan ekspansi usaha. Sedangkan pada perusahaan yang merugi atau tidak untung, IPO diduga merupakan upaya untuk menutup utang.
Baca juga: Hillcon Buka Harga IPO di Rp 1.250 Sampai Rp 2.000 Per Saham
“Kan beda niatnya. Sedangkan PGE meraih laba. Jadi IPO digunakan untuk ekspansi bisnis,” ujarnya.
Berdasarkan Laporan Keuangan, jelas Mudrajad, PGE memang meraih laba US$111,43 juta atau setara Rp1,6 6 triliun hingga kuartal III 2022. Angka tersebut naik dari sebelumnya, yakni US$66,4 juta atau Rp994,6 miliar.
Kemudian, pendapatan usaha perseroan tercatat US$287,39 juta atau setara Rp4,3 triliun sampai September 2022. Perusahaan juga membukukan aset US$ 2,44 miliar atau setara Rp36,6 triliun, liabilitas Rp16,9 triliun, dan ekuitasnya Rp19,6 triliun.
Di sisi lain Mudrajad menilai, masuknya PGE ke lantai bursa juga sangat positif dan menguntungkan.
Sebab, panas bumi saat ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan energi ramah lingkungan, sejalan dengan upaya dan komitmen pemerintah.
“Itu bagus karena memang dibutuhkan, apalagi geothermal dan juga gas, sangat dibutuhkan karena lebih bersih daripada batu bara dan lain-lain,” kata dia.
Keuntungan lain dari IPO, imbuhnya, karena Pemerintah tidak harus menambah penyertaan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menunjang atau meningkatkan kinerja perusahaan.
Selain itu, IPO juga mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja karena diawasi publik. Kondisi demikian, lanjutnya, akan meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik atau good governance.
“Jadi, memang banyak manfaat IPO. Karena menjadikan perusahaan harus terbuka, good governance-nya juga transparan. Jadi semakin dipercaya masyarakat dan pemegang saham maupun investor manapun,” ujarnya.
IPO PGE, menurut Mudrajad, juga bukan privatisasi BUMN. Sebab, porsi saham yang ditawarkan kepada publik hanya 25 persen, masih jauh di bawah angka 50%.
“Kalau itu gak masalah, apalagi cuman 25%. Kalau masih di bawah minor 50% itu enggak masalah. Yang penting nanti target keuntungannya pasca-IPO itu berapa, lalu setor ke negara itu berapa,” katanya.
Lain halnya jika pelepasan saham di atas 50% yang mengakibatkan saham pemerintah bukan mayoritas.
“Kalau 60% dan itu nanti yang beli asing, nah itu baru bermasalah. Seperti misalnya Indosat, itu kan dibeli Temasek. Kalau 25% seperti PGE, saya kira tidak masalah,” tutup Mudrajad.
Diketahui, dalam penawaran umum perdana saham PGE dijadwalkan berlangsung pada 20 Februari 2023 hingga 22 Februari 2023.
Pencatatan atau listing perdana di papan utama Bursa Efek Indonesia (BEI) akan dilakukan pada 24 Februari 2023.
Dalam penawaran umum perdana saham, PGE menunjuk PT Mandiri Sekuritas, PT CLSA Sekuritas Indonesia, dan PT Credit Suisse Sekuritas Indonesia sebagai penjamin pelaksana emisi efek. PGE juga menunjuk CLSA, Credit Suisse, dan HSBC sebagai international selling agents.