News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pajak Atas Pemberian Natura Jadi Topik Hangat pada Aturan Perpajakan yang Baru

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILustrasi pajak. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang mengubah beberapa ketentuan mengenai Pajak Penghasilan, termasuk Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5%, yang sebelumnya diatur dalam PP 23/2018, menjadi salah satu aturan turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang terbit pada Desember 2022.

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang mengubah beberapa ketentuan mengenai Pajak Penghasilan, termasuk Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen, yang sebelumnya diatur dalam PP 23/2018, menjadi salah satu aturan turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang terbit pada Desember 2022.

PP ini memuat aturan terkait natura dan/atau kenikmatan, serta instrumen pencegahan penghindaran pajak.

Rizal Awab, salah satu Partner Tax RSM Indonesia pada webinar bertajuk “Further Updates of Implementing Regulations of HPP Law” yang diselenggarakan RSM Indonesia pada Kamis, 23 Februari 2023 menjelaskan, aturan pajak mengenai pemberian natura dan/atau kenikmatan untuk karyawan masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan publik.

Baca juga: Empat PP Perpajakan Terbit, Perusahaan dan Individu Perlu Cermati Aturan tentang Natura

Sampai saat ini peraturan pelaksanaannya, dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK), belum juga kunjung terbit.

Hal ini menyebabkan banyak wajib pajak yang menggunakan asumsi atau penafsiran sendiri berdasarkan PMK sebelumnya.

“Menurut informasi yang kami dapatkan, tidak lama lagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Menteri Keuangan akan menerbitkan peraturan pelaksanaan terkait pemberian natura, mulai dari cara menghitung, objeknya apa saja, dan lain sebagainya,” ujar Rizal.

Yang dimaksud dengan “pemberian dalam bentuk natura” adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang. Sementara “imbalan dalam bentuk kenikmatan” adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.

Awalnya, pemberian natura dan/atau kenikmatan awalnya bersifat non-taxable atau bukan objek pajak bagi penerima.

Namun setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), natura dan/atau kenikmatan menjadi bersifat taxable.

“Mengapa pemberian natura dan/atau kenikmatan akhirnya menjadi objek pajak dalam UU HPP, antara lain karena selama ini imbalan berupa natura yang bukan merupakan objek pajak, cenderung dinikmati oleh high level employee. Hal ini menimbulkan ketidakadilan horizontal karena penghasilan untuk pegawai yang biasanya berupa gaji/upah dikenai PPh," ujar Rizal.

Selain itu, ada pula potensi tax planning pemberi kerja yang memanfaatkan tarif PPh badan yang lebih kecil dari PPh orang pribadi dengan pemberian imbalan berupa natura/kenikmatan.

Kewajiban pemotongan pajak atas objek pemberian natura dan/atau kenikmatan baru mulai berlaku bagi natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh mulai 1 Januari 2023. Oleh karena itu, natura dan/atau kenikmatan yang diterima pada 2022 dan belum dikenakan pemotongan PPh Pasal 21, harus dilaporkan melalui SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2022.

Sementara itu, dalam sesi webinar juga diberikan tips kepada perusahaan atau badan terkait dengan aturan pemberian natura dan/atau kenikmatan terbaru.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini