TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung meminta semua pihak untuk menghentikan politisasi terhadap insiden kebakaran pipa di Depo Pertamina Plumpang, yang terjadi pada 3 Maret 2023 lalu.
Martin mengatakan semua pihak perlu melihat insiden ini secara objektif, bukan malah melakukan politisasi.
“Hal-hal seperti ini ketika dipolitisasi tentu akan menjadi runyam, mengaburkan masalah dan akhirnya (kita) tidak bisa mengambil keputusan-keputusan yang penting, yang harus diambil, karena (pertimbangannya) kemudian menjadi populis atau tidak,” ujar Martin saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dan Jajaran, di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, hari ini (15/3/2023).
Baca juga: Tegas, Bos Pertamina Sebut Buffer Zone di Depo Plumpang Harus Segera Dibenahi
Martin menjelaskan bahwa sesuai paparan Dirut Pertamina, persoalan pemukiman masyarakat yang berada di dekat lokasi Depo Plumpang sudah berlangsung lama, berpuluh-puluh tahun. Semua tahu bahwa ada risiko di lokasi tersebut. Dapat terjadi kebakaran.
“Karena memang dekat sekali resikonya terhadap sumber bahaya itu. Nah, tapi keputusan-keputusan yang benar, walaupun pahit, tidak bisa diambil karena menjadi politis,” kata Martin.
Karena itu Martin meminta semua pihak untuk menghentikan politisasi terkait insiden kebakaran Depo Pertamina Plumpang ini. Karena, jika dirunut-runut, mungkin ada banyak pihak yang punya kontribusinya terhadap persoalan ini.
“Faktanya, setiap calon gubernur membuat kontrak politik kok. Jadi please, kita stop persoalan itu, kita lihat masalahnya (secara obyektif),” katanya.
Lebih jauh Martin menjelaskan bahwa dari peta yang disampaikan oleh Pertamina, sejak tahun 1986 sudah ada masyarakat yang menghuni sekitar lokasi Depo BBM Plumpang.
Ada juga informasi di berbagai berita bahwa sudah ada masyarakat di sana yang membayar pajak Bumi dan Bangunan (PPB) dari tahun 1986. Pajak PPB tersebut tentu dibayarkan atas hak alas tertentu. Itu sudah ada sejak tahun 1986.
“Saya minta kepada semua pihak, please stop politisasi, supaya kita bisa ambil keputusan yang terbaik,” pinta Martin.
Martin mengajak semua pihak untuk melihat kasus ini dengan obyektif. Karena itu Martin meminta Pertamina agar melakukan audit atau kajian terhadap keamanan dari seluruh fasilitas Pertamina, khususnya kilang, depo BBM dan sejenisnya.
Sehingga dapat diketahui mana fasilitas yang berisiko tinggi, sedang dan aman. Setelah itu dicari solusinya.
Martin mengatakan bahwa kegiatan review dan langkah-langkah yang akan diambil Pertamina untuk memitigasi risiko fasilitasnya akan ada konsekuensi biaya.
Namun itu perlu dilakukan, agar kejadian kebakaran ini tidak terulang lagi.
“Pasti ini juga akan mempengaruhi pembiayaan misalnya, nah berarti juga ada (peran) dari kita, DPR, ya mungkin nanti harus kita lihat dari sisi keuangan Pertamina, apakah ini memang mempengaruhi profit, yang akhirnya berujung kepada deviden. Ini kita harus tegas di sini. Ada konsekuensi-konsekuensi yang terjadi, tapi selesai masalahnya. Daripada kemudian kita lihat ini terus-terus menerus secara populis dan tidak menyelesaikan masalah,” katanya.
Martin meminta agar kajian terhadap keamanan seluruh fasilitas Pertamina ini segera dilakukan, untuk selanjutnya dapat segera diputuskan langkah-langkah mitigasi ke depannya.
“Ini menjadi satu pelajaran berharga yang tidak boleh lagi terulang. Jadi apa yang harus dilakukan ke depan? tentu kita harus tahu dulu duduk masalahnya, review, audit seluruh fasilitas Pertamina, lalu kita baca sama-sama, apa langkah-langkah ke depan,” kata Martin.