Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) menghentikan proyek reklamasi tambang nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.
Penghentian tersebut merupakan bentuk tindakan paksaan Pemerintah sebagai tindak lanjut hasil pengawasan lapangan yang dilakukan oleh Polisi Khusus (Polsus) Pengawasan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) Pangkalan PSDKP Bitung dan Direktorat Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan (PPSDK) Ditjen PSDKP KKP.
Baca juga: Tak Kantongi Izin, KKP Hentikan Dua Pryek Reklamasi Laut di Kepri
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Adin Nurawaluddin menjelaskan, berdasarkan hasil pengawasan tersebut, PT BTII diduga melakukan pembangunan jetty atau dermaga tambang nikel tanpa zin reklamasi dan tanpa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
“Berdasarkan hasil pengawasan dan pemeriksaan Polsus PWP3K menyimpulkan bahwa proyek di atas lahan reklamasi PT. BTII ini tidak memiliki izin reklamasi dan dokumen PKKPRL yang dipersyaratkan, oleh karena itu kami hentikan sementara kegiatannya,” ujar Adin dalam keterangan yang diperoleh, Sabtu (18/3/2023).
Lebih lanjut Dirjen PSDKP yang kerap disapa Adin ini menjelaskan bahwa tindakan tegas tersebut dilaksanakan untuk memastikan kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan dan kesehatan ekologi pesisir.
Baca juga: Warga Kepulauan Seribu Menangis di Hadapan Anies Baswedan, Minta Hentikan Reklamasi di Pulau Pari
"Sebagaimana program Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menjaga ekologi pesisir dan pulau-pulau kecil, kami akan tindak tegas setiap pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak sesuai ketentuan," tegas Adin.
Dalam proses penghentian kegiatan ini, pihak KKP juga melibatkan pemerintah daerah setempat.
"Jadi ini bagian dari koordinasi agar pemerintah daerah juga semakin meningkatkan pengawasan terhadap pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berada di wilayah kewenangan daerah," ujar Adin lebih lanjut.
Dengan penghentian sementara kegiatan berusaha yang dilakukan, PT BTII harus menghentikan segala aktivitas pembangunan proyek di atas lahan reklamasi tersebut sambil mengurus perizinan yang dipersyaratkan.
Tindakan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 yang diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2022, tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan.
"Dengan penghentian kegiatan ini, PT. BTII harus segera mengurus dokumen Perizinan Reklamasi dan PKKPRL di Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, serta memenuhi denda administratif sebelum kegiatan operasional usahanya dilanjutkan", pungkas Adin.
Sebagai informasi, dasar hukum yang dilanggar oleh PT BTII adalah Pasal 18 Angka 12, Angka 17 Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 24 ayat (2) PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko jo. Pasal 101 ayat (3), Pasal 188, Pasal 195, dan Pasal 196 PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang jo. Pasal 15 Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.