TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah akhirnya benar-benar memerangi perdagangan pakaian bekas impor.
Hal itu ditandai dengan penangkapan sejumlah penyelundup pakaian bekas dan penggerebegan gudang-gudang berisi baju bekas di sejumlah lokasi.
Dan puncaknya Selasa (28/3/2023) siang tadi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bersama Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki membakar sebanyak 7.363 bal pakaian bekas impor yang disaksikan oleh Polri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Kejaksaan.
Baca juga: Mendag Akan Musnahkan 7.000 Bal Pakaian Bekas Senilai Rp80 Miliar, untuk Lindungi UMKM Lokal
"Ini merupakan tindak lanjut arahan Bapak Presiden. Kemarin di Pekanbaru, Jawa Timur, dan hari ini puncaknya. Tujuh ribu lebih. Nilainya lebih dari Rp 80 miliar," kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) DJBC, Kawasan Industri Jababeka III, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Peredaran pakaian bekas impor yang disebut-sebut mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Pada tahun lalu saja industri tekstil telah melakukan PHK terhadap 60.000 orang pekerja, ini menjadi sektor terbanyak yang melakukan PHK. Pada tahun ini diperkirakan masih ada PHK lainnya.
Pria yang akrab disapa Zulhas ini menegaskan kesiapannya memerangi para penyelundup pakain bekas impor.
"Yang kita perangi itu selundupan ilegal yang lewat jalan tikus. Nah, itu yang disita dan dimusnahkan, antara lain pakaian bekas," kata Zulhas.
Hal itu lantaran jalan-jalan tikus tempat para penyelundup ini masuk tersebar di berbagai pulau Indonesia seperti di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
"Indonesia ini kan luas. Kita ini kepulauan. Jalan tikusnya banyak. Di Sumatera banyak. Di Kalimantan banyak. Di Jawa banyak. Oleh karena itu tentu aparat penegak hukum yang di depan. Kepolisian, Bea Cukai, dan Kejaksaan. Harus semua kerja sama," katanya.
"Pemerintah daerah, bupati, gubernur, walikota, juga tentu laporan dari masyarakat. Karena ini jalan-jalan tikus kecil, dikumpulkan jadi banyak begini," ujar Zulhas melanjutkan.
Ia menegaskan kalau kunci dari memberantas dari jalan tikus ini adalah kerja sama. Bila tidak segera ditindak, bisa membahayakan perekonomian Indonesia.
Terlebih, hasil penyelundupan pakaian bekas ini sudah 31 persen pangsa pasarnya sedangkan UMKM dalam negeri hanya 40 persen.
Baca juga: Soal Impor Pakaian Bekas, Menteri Teten Terima 21 Aduan Masyarakat Lewat Hotline KemenkopUKM
Ia mengatakan, dalam jangka pendek ini yang akan dilakukan oleh pihaknya adalah penyitaan barang-barang selundupan. Baru setelah itu, untuk urusan penangkapan akan menjadi tugas aparat penegak hukum.
"Jangka pendek ini, yang kita lakukan adalah barang dari para penyelundup ini disita habis-habisan. Yang penting kita usahakan dulu. Nanti tugas aparat penegak hukum menindaklanjuti pelaku untuk ditangkap dan disidang," ujar Zulhas.
Menurut dia, hal ini dilakukan untuk melindungi industri dan UMKM dalam negeri. Apabila barang selundupan ini berhasil ditangani, pedagang pun tak akan lagi jual pakaian bekas impor.
"Pedagangnya bagaimana? Kalau ilegalnya sudah diberantas, nanti pedagangnya kan tidak akan jualan. Semua yang kami lakukan demi melindungi industri dan UMKM dalam negeri,” kata Zulhas.
Menko UKM Teten Masduki juga menyalahkan turunnya industry fesyen UMKM akibat perdagangan illegal tersebut.
Menurutnya, keberadaan pakaian bekas ilegal ini telah berlangsung lama dan produsen UMKM fesyen domestik tergerus akan hal itu.
"Ini sudah berlangsung lama. Produsen UMKM fesyen domestik lokal sudah lama tergerus produk impor ilegal. Pakaian bekas ini membuat UMKM enggak bisa bersaing karena ini kan sampah dari luar," kata Teten.
Chairman Indonesian Fashion Chamber (IFC) Ali Charisma menilai, impor pakaian bekas sangat merugikan desainer dan industri fesyen lokal.
Menurut dia, ketika pakaian bekas murah membanjiri pasar, sulit bagi desainer lokal untuk bersaing dalam hal harga, yang dapat menyebabkan penurunan permintaan untuk produk mereka.
"Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan pekerjaan yang lebih sedikit dan pendapatan yang berkurang untuk industri secara keseluruhan,” kata Ali dalam keterangannya, dikutip Selasa (21/3/2023).
Ia mengungkap dampak lainnya adalah kerusakan terhadap lingkungan, di mana banyak pakaian bekas berasal dari negara lain masuk ke Indonesia sebagai potensi sampah baru.
Lalu, dikatakan Ali, umumnya negara-negara dengan fast fashion menjadikan tren mode sebagai gaya hidup sehingga demi perputaran tren tersebut, pakaian-pakaian yang telah dianggap habis musim seringkali dibuang setelah hanya beberapa kali digunakan.
Baca juga: 12 Produsen Lokal Siap Bantu Pedagang Terdampak Pelarangan Pakaian Bekas Impor
“Mengimpor barang-barang ini ke Indonesia tidak hanya memperburuk siklus konsumsi, tetapi juga menambah masalah limbah di negeri ini,” ujar Ali.
Ia menyebut pakaian bekas impor juga dapat memengaruhi identitas budaya Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan fesyen menjadi aspek kunci dari ekspresi budaya. Ketika pakaian impor murah membanjiri pasar, dapat merusak keunikan dari fesyen Indonesia.
“Hal ini bisa merugikan industri dalam jangka panjang karena cenderung membuat lebih sulit bagi desainer Indonesia untuk membangun identitas merek yang unik” kata Ali.
Kemendag mememusnahkan 824 bal senilai Rp 10 miliar pakaian bekas impor di Komplek Pergudangan Jaya Park, Sidoarjo, Jawa Timur pada Senin (20/3/2023).
Meski demikian tak semua membela pemberangusan pakaian beras impor.
Oktaviansyah N.S adalah Wakil Ketua DPD KNPI Bali Bidang Hubungan Antar Lembaga dalam artikel di Tribunners, Senin (27/3/2023) membela pedagang pakaian bekas impor.
Oktaviansyah menuliskan, tanggal 7 Febuari 2023 kementrian Koperasi dan UMKM mengeluarkan rilis resmi yang berisi jumlah UMKM se Indonesia yang total berjumlah 8,71 juta unit usaha.
Selanjutnya pada tanggal 13 Maret 2023 Teten selaku menteri Koperasi dan UMKM menyatakan bahwa 12 persen hingga 15 persen pelaku usaha kecil dan menengah menjual baju bekas impor.
Tanggal 20 Maret 2023 Menkop UKM Teten Masduki menyatakan ada 591.390 UMKM yang menjalankan bisnis Pakaian Jadi dengan tenaga kerja mencapai 1,09 juta orang. Dari pernyataan Teten tersebut maka rata rata tiap UMKM mempekerjakan sekitar 1,84 orang.
Dengan demikian dari rangkaian angka angka yang disampaikan oleh Kementrian Koperasi dan UMKM melalui rilis resmi maupun pernyataan Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan UMKM maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa :
1. Jika pakaian bekas Impor tidak ditutup maka akan mengancam 591.390 UMKM (yang menjual *Pakaian Jadi) dan berdampak pada 1,09 juta orang.
2. Jika import pakaian bekas di tutup maka akan berdampak pada 12 persen - 15 persen dari 8,71 juta unit UMKM atau sekitar 1.045.200 UMKM hingga 1.306.500 UMKM (yang menjual pakaian bekas import). Jika rata rata tiap UMKM mempekerjakan 1,84 orang maka bisa di simpulkan bahwa ketika penjualan baju bekas impor ditutup akan berdampak pada 1.923.168 hingga 2.403.960 tenaga kerja.
Kesimpulan akhir dari semua angka angka versi Kementrian Koperasi dan UMKM sesungguhnya membuktikan bahwa pelarangan baju bekas import ternyata mengorbankan Rakyat 2 hingga 2,5 kali lipat dampak nya jauh lebih buruk bagi UMKM.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menyebut bahwa sebenarnya produk garmen asal China menjadi penyebab terbesar terpuruknya industri tekstil Indonesia.
Ia menyebut impor pakaian bekas tidak seberapa nilainya. "Sementara, nilai impor pakaian jadi dari China bisa Rp 6,2 triliun setahun," ujar Bhima.
Sementara beberapa hari lalu, para pedagang pakaian bekas di Pasar Senen Jakarta Pusat pun melakukan aksi protes.
Baca juga: Soal Impor Pakaian Bekas, Menteri Teten Terima 21 Aduan Masyarakat Lewat Hotline KemenkopUKM
Mereka menganggap bahwa yang menyebabkan industry garmen Indonesia turun drastis bukan karena mereka, tetapi karena impor produk tekstil dari China.
Trik dagang China yang melakukan ‘dumping’ yaitu memotong harga hingga murah menyebabkan harga tekstil dalam negeri kalah saing.
Aksi mereka emasang spanduk-spanduk membela diri, Salah satunya antara lain menuliskan “Bukan thrifting yang membunuh UMKM, tapi pakaian impor dari China yang menguasai 80 persen pasar Indonesia, Menteri Perdagangan sebenarnya melindungi siapa? Jangan korbankan kami, Kami melawan". (Tribunnews.com)