TRIBUNNEWS.COM, MANILA - Minat pasar atas kebutuhan baterai kendaraan listrik di dunia terus naik dalam dua tahun terakhir. Hal ini beriringan dengan meningkatnya tren kendaraan listrik sebagai solusi kendaraan yang ramah lingkungan.
Pengembangan kendaraan listrik memang menjadi salah satu fokus yang sedang digencarkan oleh Indonesia. Sebagai salah satu negara pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia yang menduduki kursi keketuaan ASEAN di tahun 2023 memiliki sumber daya alam yang diperlukan dalam pengembangan industri kendaraan listrik.
Salah satu langkah Indonesia untuk mengembangkan kendaraan listrik, khususnya di kawasan ASEAN, ditunjukkan melalui berbagai upaya ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) yang dipimpin oleh Arsjad Rasjid.
Hal ini sejalan dengan Keketuaan ASEAN-BAC, yang bermaksud menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dan ekonomi global, terutama pada sektor-sektor baru seperti pembangunan hijau dan transformasi digital.
Roadshow ASEAN-BAC kedua di Manila Filipina
Pada tanggal 27-28 Maret 2023 kemarin, ASEAN-BAC baru saja melakukan tindak lanjut proyek konkret di Manila, Filipina. Delegasi dari ASEAN-BAC yang turut serta dalam roadshow ini antara lain adalah Ketua ASEAN-BAC Arsjad Rasjid, Ketua Alternatif ASEAN-BAC Bernardino Vega, Anggota Dewan Bernardino Vega Maspiyono, Direktur Eksekutif Sekretariat ASEAN-BAC Gil Gonzales dan Ketua Program Warisan ASEAN-BAC untuk ASEAN QR Code Pandu Sjahrir.
Pelaksanaan roadshow delegasi ASEAN-BAC di Manila turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan utama Filipina, termasuk Louise Araneta-Marcos selaku Ibu Negara Filipina, Frederick Go selaku Penasehat Presiden Bidang Investasi dan Ekonomi, Sekretaris Antonia Loyzaga, Departemen Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (DENR), Sekretaris Ivan John Uy, Departemen Teknologi Informasi dan Komunikasi (DICT), Renren Reyes, Presiden dan CEO GXI, CMO G Cash, Cezar P. Consing, Presiden dan CEO Ayala Corporation dan pemangku kepentingan lainnya.
Roadshow kedua yang diselenggarakan ASEAN-BAC ini bertujuan untuk membangun dialog antara bisnis dan pemerintah terkait potensi kemitraan dalam tiga hal Yang pertama, menciptakan nilai tambah untuk nikel dan tambang mineral lainnya. Kedua, mendukung agenda regenerasi hutan yang sejalan dengan program warisan ASEAN-BAC. Dan ketiga, meningkatkan kerja sama terkait konektivitas pembayaran melalui program ASEAN QR Code.
Salah satu penerima manfaat utama dari agenda ini adalah para pelaku UMKM dan di saat yang bersamaan, Filipina memainkan peran penting sebagai salah satu mitra ASEAN serta Indonesia.
Kemitraan ekonomi yang kuat antara Indonesia dan Filipina terlihat jelas dalam kolaborasi kedua negara, di mana angka investasi Filipina berhasil mencapai US$14 juta di Indonesia pada 2022. Indonesia pun turut berperan penting sebagai eksportir dari beberapa komoditas seperti bahan bakar, infrastruktur, ore slag dan ash ke Filipina dengan nilai mencapai US$5,92 miliar pada tahun 2021.
Kerja sama hilirisasi produksi kendaraan listrik dan baterai di Filipina
Sama seperti Indonesia, Filipina merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Kedua negara ini memiliki sekitar 33-40 persen dari cadangan bijih nikel di seluruh dunia.
Dengan kerja sama yang lebih erat, Indonesia dan Filipina berpotensi meningkatkan produksi nikel dunia hingga mencapai 50 persen. Selain itu, potensi cadangan mineral lain untuk kendaraan listrik juga menjadi sorotan, sehingga ASEAN bisa menjadi pusat rantai pasok kendaraan listrik.
“Indonesia dan Filipina memegang posisi kuat dalam hal cadangan bijih nikel global, dan hal ini memberikan dasar yang kuat untuk bekerja sama dan menjadi pemimpin dalam ekosistem industri kendaraan listrik dan baterai, baik di ASEAN maupun di dunia," ujar Arsjad.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia menekankan pentingnya hilirisasi untuk keberhasilan pengembangan industri kendaraan listrik dan baterai.
Indonesia sendiri telah mencatat prestasi luar biasa pada sektor pertambangan, khususnya ekspor nikel dalam bentuk besi dan baja, nikel matte, dan mixed hydrate precipitate, dengan nilai ekspor sebesar US$20 juta. Pencapaian besar lainnya adalah hilirisasi nikel Indonesia yang berhasil meningkatkan nilai tambah komoditas dari US$1,1 miliar menjadi US$20,8 miliar pada tahun 2021.
Dengan pengalaman dan pencapaian tersebut, Indonesia mendorong Filipina untuk turut berpartisipasi dalam kesuksesan hilirisasi industri kendaraan listrik dan baterai di kawasan ASEAN.
“Kesuksesan Indonesia di industri kendaraan listrik dan baterai dapat dikaitkan dengan adanya peran penting hilirisasi yang memungkinkan pengembangan ekosistem yang kuat di sektor tersebut. Dengan berbagi pengalaman kami bersama Filipina, kami berharap dapat memperkuat kemitraan antara negara kita dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di kawasan ini,” tambah Arsjad yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
ASEAN QR Code sebagai katalisator inklusi finansial dan pengembangan UMKM
Tidak hanya membahas hilirisasi produksi kendaraan listrik, roadshow di Manila kemarin turut mendiskusikan upaya untuk mendukung UMKM dan transaksi lintas batas di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, delegasi ASEAN-BAC membahas penerapan sistem pembayaran menggunakan kode QR.
Ketua Legacy Program ASEAN-BAC untuk ASEAN QR Code Pandu Sjahrir menekankan pentingnya penerapan sistem kode QR untuk mempromosikan pembayaran lintas batas yang lancar dan efisien. Selain memfasilitasi transaksi lintas batas di kawasan ASEAN, sistem ini juga berpotensi mendukung pertumbuhan UMKM.
"Dengan QR Code, biaya transaksi antar negara akan lebih efisien dan terjangkau. Hal ini akan memungkinkan UMKM untuk menawarkan pembayaran lintas negara tanpa adanya batasan dengan biaya yang lebih rendah dan juga akan mendukung pertumbuhan mereka," jelas Pandu.
Regenerasi hutan Indonesia-Filipina untuk perwujudan Net Zero
Pada kesempatan ini, Indonesia dan Filipina turut menyoroti peluang besar untuk program regenerasi hutan. Kawasan ASEAN memang diketahui memiliki posisi yang baik untuk memanfaatkan peluang ini.
Terlebih, Indonesia dan Filipina juga unggul dalam sumber daya hutan, dengan luas hutan masing-masing yang mencapai 91,2 juta dan 23,3 juta hektar. Maka itu, kedua negara tentu akan mendapat manfaat dari meningkatnya permintaan kredit karbon, melihat nilai pasar karbon diperkirakan akan mencapai US$50 miliar pada tahun 2030 mendatang.
“Dengan pembentukan program warisan ASEAN-BAC Net Zero dan Carbon Center of Excellence, yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem untuk pengembangan pasar net zero dan karbon, Indonesia dan Filipina dapat lebih memanfaatkan sumber daya hutan mereka secara signifikan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi kawasan,” jelas Bernardino Vega selaku Wakil Ketua ASEAN-BAC.
Penulis: Matheus Elmerio | Editor: Anniza Kemala