TRIBUNNEWS.COM - Perusahaan Tupperware terancam bangkrut setelah sahamnya anjlok hingga 50 persen di angka 1,24 dolar.
Dalam siaran pers-nya pada Senin (10/4/2023), Tupperware mengumumkan keraguan perusahaan untuk dapat melanjutkan usahanya jika finansialnya belum pulih.
Tupperware mengatakan, mereka telah menyewa penasihat keuangan untuk menjajak opsi bagi perusahaan dan untuk memulihkan keraguannya akan kebangkrutan.
Presiden dan CEO Tupperware Brands, Miguel Fernandez, mengatakan perusahaan Tupperware melakukan yang terbaik untuk mengembalikan kondisi.
Tupperware mengatakan sedang bekerja untuk memperbaiki struktur modal dan likuiditas jangka pendeknya.
Mereka juga meminta penasihat keuangan yang telah mereka sewa untuk membantunya mencari investor atau mitra potensial.
Baca juga: Karyawan Google di London Lakukan Aksi Demo Terkait Perselisihan PHK
Selain itu, Tupperware juga meninjau portofolio real estatnya untuk potensi suntikan tunai.
“Perusahaan melakukan segala daya untuk mengurangi dampak peristiwa baru-baru ini, dan kami mengambil tindakan segera untuk mencari pembiayaan tambahan dan mengatasi posisi keuangan kami,” kata Miguel Fernandez, dikutip dari Fortune.
Saham Tupperware turun selama bertahun-tahun karena model bisnis utamanya yang menjual langsung ke konsumen melalui tenaga penjualan konsumen, tidak lagi disukai.
Perusahaan Tupperware yang berusia 77 tahun ini sebagian besar mendapat pendapatannya dengan sales yang menjual produk dari pintu ke pintu.
Ada lebih dari tiga juta tenaga penjual Tupperware di lebih dari 70 negara.
Baca juga: Penjualan iPhone Goyah, Apple PHK Sejumlah Karyawan
Tupperware Terancam Bangkrut
Perusahaan Tupperware menghadapi masalah dengan beban utang yang membengkak menjadi 705 juta dolar.
Jumlah ini lebih dari 10 kali nilai pasar perusahaan saat ini yang sedikit di atas 60 juta dolar, menurut temuan peraturan.
Perusahaan Tupperware gagal menyampaikan laporan tahunannya untuk tahun lalu tepat waktu, yang membuatnya melanggar berbagai perjanjian dengan pemberi pinjamannya.
"Perusahaan saat ini memperkirakan, jika tidak dapat memperoleh sumber modal yang memadai atau amandemen perjanjian kreditnya, mungkin tidak memiliki likuiditas yang memadai dalam waktu dekat," kata Tupperware dalam siaran pers.
"Akibatnya, perusahaan telah menyimpulkan ada keraguan substansial tentang kemampuannya untuk melanjutkan kelangsungan usahanya," lanjutnya.
Baca juga: Hadapi Krisis Finansial, Tupperware Terancam Gulung Tikar
Saham Tupperware Naik selama Pandemi
Hari-hari awal pandemi menyebabkan lonjakan permintaan produknya.
Saham naik hampir 3.000 persen dari 1,40 dolar pada Maret 2020 menjadi hampir 40 dolar per saham pada Januari 2021.
Tupperware membukukan penjualan 489 juta dolar pada kuartal keempat dari tahun 2020 saja, seperti diberitakan CBC News.
Namun, pada tahun 2023, tren itu terbalik karena penjualan untuk kuartal pertama turun menjadi setengahnya, yaitu 255 juta dolar.
Saham berpindah tangan sekitar 2,50 dolar masing-masing di New York Stock Exchange minggu lalu, dan jatuh serendah 1,24 dolar masing-masing pada hari Senin (10/4/2023), setelah berita itu keluar.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Tupperware