TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang 2022, PT Pertamina (Persero) menunjukkan kinerja yang positif.
Di tengah berbagai ketidakpastian, BUMN energi tersebut mampu meraih laba bersih US$3,8 miliar atau Rp56,6 triliun.
Meningkat tajam 86 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Laba bersih 2022 itu sendiri, merupakan terbesar sepanjang sejarah.
Baca juga: Update Harga BBM Kamis, 20 April 2023: Pertamina, Shell, BP, dan Vivo Masih Stabil
Selain itu, Pertamina Group juga berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar Rp307,2 triliun, yang terdiri atas pajak, dividen, PNBP, Minyak Mentah dan/atau Kondensat Bagian Negara, dan signature bonus.
Jumlah setoran ke negara tersebut meningkat 83% dibandingkan 2021. Khusus setoran pajak, pada 2022 Pertamina juga membayarkan pajak Rp219,06 triliun atau meningkat 88% dibandingkan 2021.
Pengamat ekonomi Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi menilai, kinerja positif tersebut diraih di tengah berbagai ketidakpastian.
Termasuk di antaranya, kondisi geopolitik akibat invasi Rusia ke Ukraina, volatilitas harga minyak, dan dinamisnya nilai tukar Rupiah.
Dalam konteks itu Acuviarta menyebut, beberapa faktor menjadi penyebab keberhasilan Pertamina.
“Laba bersih terbesar sepanjang sejarah itu, antara lain karena strategi efisiensi yang dilakukan Pertamina. Selain itu, korporasi juga menerapkan strategi nilai lindung ( hedging) di tengah nilai tukar yang dinamis,” kata Acuviarta kepada media, Kamis (20/04)
Baca juga: Pertamina Akui Pertalite di SPBU Simboro Mamuju Bercampur Air, Ini Penyebabnya
Begitupun, lanjutnya, dukungan Pemerintah juga tak bisa dikesampingkan.
Melalui Kementerian Keuangan, Pemerintah melakukan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.159/2022 sehingga dana kompensasi bisa cair lebih cepat. Kondisi tersebut, jelasnya, sangat membantu kapital Pertamina pada setiap lini bisnisnya.
“Makanya, kita apresiasi. Ini kinerja Pertamina yang bagus. Dari pertumbuhan laba, kemudian kinerja masing-masing lini bisnis menunjukkan tren positif di tengah beragam ketidakpastian pada 2022,” kata dia.
Dalam konteks itu pula Acuviarta optimistis, pada 2023 Pertamina mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja.
Dengan catatan, menjadikan keberhasilan saat ini sebagai momentum untuk melakukan transformasi secara konsisten, terutama penguatan di berbagai lini bisnis.
Baca juga: Dukung Satgas RAFI, Kilang Pertamina Plaju Jaga Keandalan Kilang
Apalagi, lanjutnya, bahwa pada 2023 nilai tukar Rupiah relatif stabil. Bahkan dalam dua minggu terakhir, juga terjadi penguatan nilai tukar.
“Terlebih, juga diharapkan ada kestabilan harga minyak dunia. Dibarengi dengan strategi efisiensi Pertamina, antara lain dalam memperkuat lini distribusi migas dan juga pengelolaan geothermal, diharapkan kinerja positif Pertamina terus meningkat pada 2023,”urainya.
Terpisah, pengamat migas Inas Nasrullah Zubir juga menilai positif.
“Ini adalah raihan laba bersih terbesar sepanjang sejarah. Kita patut memberikan apresiasi kepada kinerja jajaran direksi Pertamina terutama Dirut Ibu Nicke Widyawati atas prestasi tersebut,” ujar Inas.
Menurut Inas, capaian laba yang lebih tinggi 86% dibandingkan 2021, merupakan bukti bahwa selepas pandemi Covid-19, Pertamina mampu meningkatkan kinerja bisnisnya.
Hal itu antara lain dilakukan, dengan berbagai upaya efisiensi operasional, baik pada sisi upstream maupun downstream, di tengah volatilitas harga minyak dan dinamisnya nilai tukar Rupiah.
“Pertamina juga terus menunjukan kontribusi nyata yang tidak tanggung-tanggung untuk pembangunan Indonesia, di mana menjadi penyetor pajak terbesar pada 2022, yakni sebesar Rp219,06 triliun atau meningkat 88%,” tutup Inas. (*)