Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) terancam gagal bayar utang alias default. Hal itu dikatakan Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Selasa (25/4/2023).
Yellen mengatakan, kegagalan Kongres AS untuk menaikkan plafon utang pemerintah, dan berdampak pada gagal bayar utang AS, akan memicu bencana ekonomi yang akan mendorong suku bunga AS lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.
Mengutip Reuters, Yellen, dalam sambutan yang disiapkan untuk acara Washington dengan eksekutif bisnis dari California, mengatakan default utang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, mendorong pembayaran rumah tangga untuk hipotek, pinjaman mobil, dan kartu kredit menjadi lebih tinggi.
Baca juga: Sejumlah Perusahaan di Asia Terancam Default Setelah Kurs Dolar Melesat ke Level Tertinggi
Menanggapi hal itu, Sekretaris pers Gedung Putih Jean Pierre menegaskan negaranya bukanlah pecundang, dalam sejarah Amerika tidak pernah gagal dalam membayarkan utang. Pernyataan tersebut dilontarkan Pierre sebagai respons atas mencuatnya isu terkait kegagalan AS dalam membayarkan utang yang telah bengkak tembus ke kisaran 31,45 triliun dolar AS per 31 Maret 2023.
“Dalam sejarah Amerika Serikat tidak pernah gagal membayar utang. Itu adalah sesuatu yang belum pernah kita lakukan, kini Kongres tengah melakukan upaya untuk menghindari default Mereka akan bertindak tanpa prasyarat,” jelas Pierre dikutip.whitehouse.gov.
Sebelumnya Pierre menggelar press conference, sejumlah analis memprediksi ekonomi Amerika akan jatuh ke jurang resesi lantaran kongres AS gagal menaikkan pagu atau batas pinjaman di tengah lonjakan utang.
Menkeu AS Peringatkan Untuk Bersiap Hadapi Malapetaka
Sejalan dengan proyeksi analis, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen juga turut memperingatkan negaranya untuk bersiap menghadapi malapetaka ekonomi, serta lonjakan suku bunga yang jauh lebih tinggi di tahun selanjutnya. Ancaman ini disampaikan Yellen usai kongres AS menolak untuk menaikkan pagu utang senilai 1,5 triliun dolar AS.
Lebih lanjut Yellen menjelaskan ketika gagal bayar terjadi, peringkat kredit Amerika Serikat akan di-downgrade. Pelaku pasar juga berpotensi menjual surat utang AS (Treasury) dan berimbas pada melonjaknya suku bunga lantaran terpengaruh kenaikan yield.
Tak hanya itu Treasury juga tidak lagi dipandang sebagai aset aman atau safe haven, hal ini tentunya akan mempengaruhi kinerja pasar saham AS Wall Street hingga dapat turun ke peringkat terendah dalam sejarah.
"Kegagalan negara akibat default berpotensi besar menimbulkan bencana ekonomi dan keuangan. Hal itu lantaran default dapat menaikkan biaya kredit selamanya, serta membuat investasi masa depan dipatok lebih mahal," jelas Yellen.
AS Akan Pangkas Pengeluaran
Sejumlah cara kini mulai dilakukan Gedung Putih untuk mencegah terjadinya ancaman default.
Pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat yang dikendalikan oleh Partai Republik Kevin McCarthy, melontarkan rencana yang akan melipatgandakan pemotongan pengeluaran sebesar 4,5 triliun dolar AS dengan peningkatan batas utang sebesar 1,5 triliun dolar AS. Dia menyebutnya sebagai dasar untuk negosiasi dalam beberapa minggu mendatang.
Gedung Putih menegaskan kedua masalah itu tidak boleh dikaitkan. Dan Senat yang dikendalikan Demokrat kemungkinan besar akan menolak proposal tersebut.
Dampak ke Rupiah
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah bisa ambil keuntungan dengan adanya sentimen tersebut.
"Dampak ancaman gagal bayar terhadap rupiah karena pelemahan dolar AS dimanfaatkan pelaku pasar beli rupiah, sehingga naik signifikan bisa ke Rp 14.500 per dolar AS," ujarnya.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Ariston Tjendra menilai, kalau soal penguatan rupiah terhadap Greenback lebih karena sentimen penurunan suku bunga AS.
"Ini terkait ekspektasi pasar terhadap peluang pemangkasan suku bunga acuan AS di akhir tahun," tutur dia.
Ekspektasi ini menguat setelah data ekonomi AS menunjukkan pelambatan pertumbuhan dan krisis perbankan yang juga diakibatkan kenaikan suku bunga acuan.
"Sejauh ini kalau dibandingkan, ekonomi Indonesia jauh lebih stabil dibandingkan dengan ekonomi AS, sehingga ini juga mendukung penguatan rupiah terhadap dollar AS. Pasar menunggu hasil rapat The Fed pekan depan untuk pergerakan rupiah terhadap dolar AS selanjutnya," pungkasnya.
Investasi yang Bisa Dilirik Jika AS beneran Default
Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, emas menjadi satu di antara jenis investasi yang bisa dilirik karena akan melesat ketika ekonomi AS terguncang.
"Pergerakan harga emas seandainya terjadi gagal bayar, emas dunia akan melompat, fluktuasi akan kelihatan," ujarnya.
Tidak hanya emas saja, jenis komoditas lainnya bisa menjadi pilihan untuk meraih keuntungan karena harganya murah pada saat mata uang Negeri Paman Sam melemah.
"Harga komoditas pada saat dolar AS melemah, harga komoditas semakin murah akan dimanfaatkan investor untuk beli," katanya.
Ibrahim menambahkan, komoditas yang diuntungkan lainnya, pertama adalah minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).
"Kedua, adalah yang punya kita, yakni batu bara, nikel, timah akan dijual harga murah, sehingga permintaan tinggi," pungkasnya.
Kinerja Ekspor Indonesia Terdampak
Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kegagalan bayar utang AS dapat menyebabkan krisis di negara tersebut.
Efeknya dapat mempengaruhi negara mitra dagang, salah satunya Indonesia, yang juga merupakan eksportir sejumlah komoditas dan produk ke Negeri Paman Sam.
"Sinyal ekonomi AS yang mengalami dobel crisis yakni krisis gagal bayar utang dan ancaman resesi ekonomi semakin terlihat, dan harus menjadi warning bagi ekonomi negara berkembang seperti Indonesia," ucap Bhima kepada Tribunnews, Sabtu (29/4/2023).
"AS merupakan mitra dagang yang penting, dan hub manufaktur Indonesia selain ke China, Jepang, dan India," sambungnya.
Sejumlah sektor yang terpengaruh, lanjut Bhima, diantaranya seperti ekspor pakaian jadi, alas kaki, produk olahan karet, Crude Palm Oil atau CPO, furnitur, produk perikanan, hingga produk barang dari kulit.
"Sepanjang 2017-2021 ekspor pakaian jadi saja sudah -3 persen ke pasar AS, alas kaki -1 persen, dan barang dari kulit -3 persen," ucap Bhima.
"Bagaimanapun juga AS adalah mitra ekspor tradisional dengan porsi sebesar 9,2 persen sepanjang Januari-Maret 2023," tambahnya.
Efek lanjutannya, pemutusan hubungan kerja akan terjadi imbas turunnya permintaan di sektor-sektor manufaktur.
"Kondisi penurunan permintaan ekspor bisa sebabkan phk massal meluas sepanjang 2023, tidak hanya di sektor manufaktur tapi juga basis komoditas perkebunan dan tambang," pungkasnya.
Ancam kemajuan Ekonomi
Janet Yellen memperingatkan bahwa default akan mengancam kemajuan ekonomi yang telah dibuat Amerika Serikat sejak pandemi COVID-19.
"Kegagalan utang kita akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan," kata Yellen kepada anggota Kamar Dagang Metropolitan Sacramento.
Dia menambahkan, "Gagal bayar akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal."
Baca juga: Dedolarisasi Bisa Bikin Rupiah Lebih Stabil, Begini Analisis Para Ekonom
Yellen juga memperingatkan, jika plafon utang tidak dinaikkan, bisnis AS akan menghadapi pasar kredit yang memburuk, dan pemerintah kemungkinan tidak akan dapat mengeluarkan pembayaran kepada keluarga militer dan manula yang bergantung pada Jaminan Sosial.
"Kongres harus memilih untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang. Itu harus dilakukan tanpa syarat. Dan seharusnya tidak menunggu sampai menit terakhir," tegasnya.
Yellen mengatakan kepada anggota parlemen pada bulan Januari bahwa pemerintah hanya dapat membayar tagihannya hingga awal Juni tanpa menaikkan batas, yang dicapai pemerintah pada bulan Januari.
Tidak seperti kebanyakan negara maju lainnya, AS membatasi jumlah yang dapat dipinjam. Karena pemerintah membelanjakan lebih dari yang dibutuhkan, pembuat undang-undang harus menaikkan plafon utang secara berkala.