Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengatakan, lonjakan harga telur hingga di atas Rp30 ribu per kilogram (kg) ini tidak terjadi secara serta merta.
Artinya, gejala kenaikan harga telur sudah bisa dideteksi sejak awal, bahkan sudah muncul sejak tahun lalu dan bukan karena harga pakan naik.
"Jika memang karena harga pakan naik, artinya pemerintah gagal mengantisipasi dan membuat langkah pencegahan. Banyak peternakan rakyat yang gulung tikar sejak pertengahan pandemi Covid-19, hingga pertengahan 2022 saja sudah puluhan ribu peternak rakyat yang gulung tikar," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, ditulis Selasa (23/5/2023).
Baca juga: Pemerintah Dorong Peternak Tingkatkan Produksi untuk Tekan Harga Telur Ayam
Sementara itu, usaha peternakan rakyat gulung tikar, satu di antaranya karena tidak adanya proteksi pasar yang diberikan pemerintah.
"Peternak rakyat harus bertarung bebas dengan perusahaan besar. Perusahaan dengan modal jumbo dan menguasai rantai pasar, mulai dari day old chicken atau ayam yang akan dibesarkan hingga pasokan pakan," kata Amin.
Menurutnya, perusahaan besar ini seharusnya masuk ke pasar modern dan pasar ekspor, tapi justru mereka dibiarkan masuk ke pasar-pasar tradisional.
Tanpa proteksi, sulit bagi peternak rakyat bermodal kecil untuk bisa bersaing dengan pemodal besar yang menguasai rantai dari hulu hingga hilir.
Lalu pada saat peternak rakyat akan bangkit setelah rontok dihantam pandemi, mereka justru harus berjuang akibat menghadapi produsen raksasa dan mahalnya harga pakan.
Amin menjelaskan, dampaknya terasa saat ini, akibat gagalnya peternak rakyat bangkit dan tumbuh kembali, populasi ternak pun jauh menurun drastis.
"Dampaknya, lonjakan harga telur pun sulit dikendalikan dan bertahan dalam waktu yang cukup lama," pungkasnya.