TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pangsa pasar minuman beralkohol (minol) masih dikuasai produk impor.
Staf Ahli Menteri Bidang Inovasi dan Kreativitas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Josua Puji Mulia Simanjuntak, mengatakan sekitar 97 persen pasar minol di Indonesia dikuasai impor, sementara hanya tiga persen yang bersumber dari kearifan lokal atau minuman lokal.
Untuk itu, pemerintah pusat bersama sektor swasta mendorong agar pasar minuman lokal makin berkembang di RI.
Baca juga: Sempat Terpukul Saat Pandemi, Menkeu Sri Mulyani Sebut Sektor Transportasi dan Mamin Mulai Pulih
"Di negara tetangga seperti Filipina kebalik, 96 persen produk lokal, 4 persen impor. Sekarang pertanyaannya, impact-nya apa? Dibalik minuman-minuman lokal, itu ada petani dibelakangnya. Sekarang kalau anda minum arak, pasti bayar dan setiap rupiahnya akan kembali ke mata rantai di Indonesia. Kalau minum produk impor, pasti uangnya keluar doang. Gimana ekonomi kita mau kuat kalau minumnya produk impor," ujar Josua Puji Mulia Simanjuntak dalam acara The Bar World of Tomorrow (TBWOT) sebuah program keberlanjutan yang diinisiasi oleh Pernod Ricard Group di Jakarta, Senin (29/5/2023).
Padahal, lanjut Josua, jika minuman lokal ini serius didorong untuk memperbesar pasarnya di dalam negeri, maka akan menciptakan efek berganda yang besar pula. Itu mendorong perekonomian para petani yang harus bekerja memanjat pohon untuk menghasilkan nira untuk selanjutnya jadi minuman. Mereka akan terbantukan karena produknya terserap di pasaran.
Apalagi lanjutnya di Indonesia minuman lokalnya bermacam-macam, ada sopi dari Nusa Tenggara Timur (NTT, dari Minahasa, Sulawesi Utara ada Cap Tikus, begitu juga dari daerah lainnya. Itu kekhasan masing masing daerah.
Selain membantu petani, efek lainnya juga menciptakan penyerapan tenaga kerja lokal, akan tumbuh UMKM di daerah daerah.
"Bandingkan jika hanya mengandalkan minuman impor, pasti uangnya lari ke luar, untuk kitanya ga ada," tutur Josua.