TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membuka kembali pintu ekspor pasir laut setelah ditutup selama 20 tahun, diibaratkan sebagai langkah menjual tanah air.
Namun, dibukanya ekspor pasir laut ini mendapat dukungan dari pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, karena menambah pundi-pundi pemasukan negara.
Adapun kebijakan ekspor pasir laut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, di mana aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini memuat sejumlah kebijakan.
Baca juga: Pasir Laut Akan Diekspor ke Singapura? Negeri Itu Disebut Sedang Ada Proyek Besar
Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah puluhan tahun dilarang karena dinilai dapat merusak lingkungan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melalui Manager Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin menyatakan, PP Nomor 26 Tahun 2023 bakal mempercepat tenggelamnya desa-desa kecil yang tinggal di pesisir.
"Tentu menurut Walhi ini akan mempercepat kerusakan, mempercepat tenggelamnya desa-desa kecil, desa-desa di pesisir," kata Parid saat dihubungi Tribunnews, Jumat (2/6/2023).
Parid menyebut, Walhi telah melakukan kampanye untuk memperjuangkan pulau-pulau kecil yang masih minim perhatian pemerintah.
Menurutnya, kebijakan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut justru bakal menghilangkan kedaulatan bahkan dinilai menjual tanah air.
"Kami di Walhi sudah berkampanye sudah lama setahun yang lalu. Kita ini negara kepulauan, kalau pulau-pulau kecil tenggelam apalagi di perbatasan, itu kedaulatan kita menyusut. Jadi artinya sama dengan menjual kedaulatan, menjual tanah air," jelasnya.
Terlebih, kata dia, pulau-pulau kecil di perairan indonesia sudah banyak terancam tenggelam, bahkan sudah banyak tenggelam.
"Kami di Walhi punya catatan sendiri. Kepulauan Riau ada 6 pulau yang tenggelam. Bengkulu 2 pulau tenggelam, Sumatera Selatan 3 pulau tenggelam, Bangka Belitung lebih banyak," ungkapnya.
Menurut catatan Walhi, wilayah kepulauan yang rentan atau bahkan terancam tenggelam meliputi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku Utara, Maluku bahkan Papua.
Sehingga menurut Parid, kebijakan pemerintah soal ekspor pasir laut itu, justru mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil.
"Ada juga pulau-pulau yang terancam tenggelam karena percepatan kenaikan air laut, tren nya 0,8 sampai 1 meter per tahun," jelas dia.
"Jadi artinya PP ini bukan memitigasi krisis iklim, tapi malah mempercepat hancurnya dan tenggelamnya pulau-pulau kecil yang merupakan ciri dari indonesia," sambungnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, peraturan ekspor pasir laut memuat substansi yang terkesan mengobral.
"Kalau kita baca PP nya dengan benar, pemeritah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) paham PP nya itu. Karena, dari penjelasan-penjelasannya saya mendengar kayaknya enggak paham juga substansinya ini. Dengan jelas ini tujuannya bisnis, tetapi PP ini menggunakan topeng scientific," kata Parid.
Parid mengatakan, penggunaan kata sedimentasi sendiri dalam beleid tersebut justru memiliki desain istilah kata yang halus. Padahal, kata dia PP sebelumnya menggunakan kata 'penambangan pasir laut'.
Baca juga: Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Anggota DPR: Presiden Jokowi Harus Lebih Jeli Lihat Dampak Negatifnya
"Nah ini penyusunan ini sudah mendesain dengan baik bahasanya. Supaya kita tidak kritis, pakai sedimentasi laut," ujar dia.
"Kalau kita baca di dalam PP ada bahasa pemanfaatan jadi menghindari kata penambangan. Menghindari kata-kata yang dianggap kontroversi," sambungnya.
Menurut Parid, PP tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dinilai menyamaratakan semua yang ada di laut itu sedimentasi. Padahal kata Parid, hal tersebut merupakan kesalahan pemahaman.
Parid berujar, pasir yang membentang di laut itu sangat terikat dengan ekosistem esensial seperti mangrove dan terumbu karang sebagai penanda keseimbangan laut di Indonesia.
"Dari situ PP itu keliru banget, awalnya hancur-hancuran enggak paham karena tujuannya bisnis," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu pemanfaatannya, pasir laut dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2).
Trenggono mengklarifikasi bahwa terbitnya PP ini untuk mengatur akan kebutuhan reklamasi di Indonesia yang begitu besar.
"Salah satu hal yang akan saya sampaikan bahwa kebutuhan reklamasi dalam negeri begitu besar," katanya.
"Kalau enggak diatur, maka bisa jadi pulau-pulau diambil untuk reklamasi atau sedimen di laut malah diambil. Akibatnya kerusakan lingkungan," lanjut Trenggono.
Ia menekankan PP mengenai pengelolaan sedimentasi dibuat untuk memenuhi reklamasi dalam negeri.
Kalaupun ingin diekspor, harus berdasarkan hasil tim kajian yang berisikan sejumlah kementerian, termasuk organisasi nirlaba seperti Greenpeace.
"Sedimentasi ini dibuat tujuannya untuk memenuhi reklamasi dalam negeri. Kalau mau bawa keluar ya silakan saja, tetapi berdasarkan hasil dari tim kajian. Ada KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian KKP, Walhi, dan Greenpeace. Kalau mereka katakan boleh, ya boleh. Saya izinkan. Kalau enggak, ya enggak bisa," kata Trenggono.
Pengusaha Dukung Ekspor Pasir Laut
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) Arsjad Rasjid mendukung kebijakan pemerintah yang kembali membuka ekspor pasir laut, setelah 20 tahun lamanya ditutup.
Ia mengatakan, dengan diberlakukannya kebijakan tersebut akan membuka peluang investasi negara lain selain Singapura.
Baca juga: OSO Dukung Dibukanya Ekspor Pasir Laut oleh Pemerintah
Hanya saja dia menggaris bawahi meskipun kebijakan ekspor tersebut nantinya berlaku, pemerintah harus tetap memperhatikan aspek lingkungan.
"Saya rasa pasti ada (negara lain) karena bukan hanya di situ. Tapi memang intinya kembali tadi saya katakan kami mendukung semua apapun yang bisa menggerakkan ekonomi tapi tadi catatannya bagaimana memastikan mengenai lingkungan hidupnya," ujarnya seperti dikutip Kompas.
"Kami mendukung dengan catatan sustainability developmentnya harus diperhatikan," tukasnya.