Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan, aturan terkait kebijakan ekspor pasir laut masih menunggu penyelesaian dari Kementerian Perdagangan.
Adapun, aturan ini merupakan bagian dari pengelolaan hasil sedimentasi laut.
Aturan tersebut, berada di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dan didalamnya berencana kembali membuka keran ekspor pasir laut.
"Ya itu kan kita tunggu Mendag (Menteri Perdagangan), tapi intinya kita soal pasir," ucap Trenggono di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (5/2/2024).
Baca juga: Ekspor Pasir Laut Akan Kembali Dibuka, Aturannya 2 Bulan Lagi Rampung
Diketahui, PP yang dimaksud mengatur mengenai pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang dilakukan untuk berbagai hal.
Pertama, menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut.
Kedua, mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Dengan demikian, Trenggono pun menjelaskan, sedimentasi ini betul-betul merupakan pembersihan ruang laut yang menutupi atau mengganggu lingkungan yang ada di dalam laut.
"Jangan lupa ya, pasir yang sedimentasi, yang menutupi terumbu karang dan sebagainya, yang kita anggap mengganggu pelayaran," papar Trenggono.
"Intinya yang mengganggu ekosistem yang ada di laut. Itu yang kita perbolehkan untuk diambil, khususnya di dalam negeri," lanjutnya.
Terkait lokasi atau titik pengerukan pasir, sambung Trenggono, akan dilakukan di sejumlah wilayah Indonesia. Dengan catatan, sedimentasi tersebut mengganggu ekologi wilayah tersebut.
"(Titik lokasi) di seluruh Indonesia, ada juga di Kalimantan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan aturan tersebut selesai di kuartal I-2024.
Aturan yang dimaksud dibahas oleh berbagai Kementerian terkait. Seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Jadi semua harus dilihat dan dipastikan bahwa sedimentasi tidak mengandung mineral berharga. Jangan sampai atas nama sedimentasi tapi sebetulnya isinya mineral yang nilainya tinggi, itu enggak boleh," ungkap Trenggono di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (10/1/2024).